REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI Ecky Awal Muharram meminta Kementerian Keuangan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan seleksi terbuka Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Ini penting supaya sosok yang mengisi posisi tersebut benar-benar sosok yang bersih dan amanah.
"PPATK dan KPK dibutuhkan untuk menelisik laporan harta kekayaan. Termasuk mengetahui profil transaksi keuangan para calon selama menjabat pada jabatan sebelumnya. Ini diperlukan untuk menjaga marwah integritas pejabat negara," kata Ecky.
Ecky berpesan demikian karena mendengar adanya kabar kurang transparannya proses pemilihan Dirjen Bea dan Cukai. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, kata Ecky, Bea dan Cukai merupakan penjaga border negara dari penyelendupan. "Ini jabatan yang strategis,” ucap dia.
Selain itu, Ecky berharap Kementerian Keuangan dapat memilih sosok yang memiliki jiwa kempimpinan serta merangkul seluruh bawahannya. Bagi dia, kriteria tersebut penting agar tidak ada penolakan dari internal terhadap sosok Dirjen yang baru.
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyarankan agar panitia seleksi tidak diisi internal Kementerian Keuangan.
“Harus dari luar Kementerian Keuangan. Ini agar tak lagi ada kecurigaan lelang tersebut hanya akal-akalan atau sekedar basa-basi untuk meloloskan orang-orang yang sudah ditentukan sejak awal atau titipan partai dan sebagainya,” ujar Uchok.
Uchok mengaku sudah mengendus aroma kongkalikong dari pemilihan Dirjen Bea dan Cukai yang bakal dilakukan. Makanya, ia tak heran jika ada isu bahwa seorang calon Dirjen Bea dan Cukai harus memberikan setoran atau upeti kepada penyokongnya.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan memang akan melakukan seleksi terbuka untuk mencari pengganti Dirjen Bea Cukai Agung Kuswandono yang akan menjabat salah satu posisi di Kementerian Koordinator Kemaritiman.