Sabtu 14 Mar 2015 00:03 WIB

Wacana Remisi Napi Koruptor, KontraS: Pemerintah Tidak Cerdas

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Kontras, Haris Hazhar
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Ketua Kontras, Haris Hazhar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, wacana narapidana korupsi berhak memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat yang digulirkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna H Laoly, tidak beralasan baik.

Koordinator KontraS Haris Azhar bahkan menyebut, dengan adanya wacana ini justru kian menunjukkan ketidakcerdasan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Pernyataan (Menkum HAM) itu justru menunjukkan kelemahan terhadap publik. Saya melihatnya, pemerintah kini semakin menunjukkan ketidakcerdasan,” kata Haris Azhar saat dihubungi Republika, Jumat (13/3) di Jakarta.

Haris selanjutnya menghubungkan wacana dari Menteri Yasonna ini dengan ketegasan pemerintah untuk memberikan hukuman mati bagi para terpidana pengedar narkoba. Haris menilai, pemerintah terbalik dalam memberikan porsi yang keras.

Terhadap para terpidana mati narkoba, kata Haris, pemerintah terlalu ekstrem keras dengan cara mengeksekusi mati. Sebaliknya, terhadap narapidana korupsi, pemerintah terlalu ekstrem lembek.

“Dua-duanya nggak benar. Ada dua titik ekstrem. Yang satu, lemah sekali. Yang satu lagi, menunjukkan wajah bengis,” ucap dia.

Karenanya, tutur Haris, pemerintah setidaknya mesti memperhatikan empat aspek keadilan hukum. Yakni, penataan aturan, peningkatan integritas para penegak hukum, kelengkapan sistem dan perangkat hukum, serta penguatan norma hukum dalam wacana publik.

Sehingga, lanjut Haris, bila pemerintah—dalam hal ini Menkum HAM—tidak berfokus kepada salah satu dari aspek-aspek tersebut, ini menunjukkan ketiadaan komitmen. Misalnya, jelas Haris, untuk melakukan penataan sistem penegakan hukum, pemerintah baru berkutat pada tataran wacana-wacana. Belum pula serius mengkaji penerapan hukuman.

“Titik seimbangnya di situ. Hukuman itu tidak boleh kejam, tapi juga nggak boleh lemah. Maka keempat hal itu menjadi syarat, tapi itu pun belum dipenuhi oleh pemerintah,” ungkap dia.

Terkait wacana ini, Haris mengatakan, Kemenkum HAM pada pemerintahan kini kian didominasi kepentingan politik partai-partai. Apalagi, dengan mewacanakan agar koruptor diberikan remisi.

“Ini menandakan, dia (Menkum HAM) ingin jadi pahlawan bagi para partai politik. Karena koruptor-koruptor itu kan banyak yang dari partai politik,” katanya.

Sebelumnya, kemarin (12/3) Menkum HAM di Jakarta menyampaikan, narapidana korupsi berhak memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat. Menurut Menkum HAM, PP 99/2012 terkait narapidana korupsi tidak bisa memperoleh remisi, patut ditinjau ulang. Sebab, regulasi itu, kata Menteri Yasonna, mendiskriminasi para narapidana korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement