Jumat 13 Mar 2015 09:43 WIB

Pemerintah akan Evaluasi Larangan Rapat di Hotel

Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Foto: Republika/Wihdan H
Menteri Pariwisata Arief Yahya.

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan pemerintah akan mengevaluasi aparat pemerintah menggelar rapat di hotel, karena pengusaha perhotelan mengeluhkan kebijakan itu.

"Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait masalah itu. Mudah-mudah diperoleh jalan keluarnya," katanya saat melakukan kunjungan kerja di Tanjungpinang, ibu kota Kepulauan Riau (Kepri), Kamis (12/3).

Dia mengatakan aspirasi yang disampaikan pengusaha perhotelan dan restoran sudah ditampung Kementerian Pariwisata. "Aspirasi itu akan disampaikan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Bikrokrasi. "Ini harus dicari solusi yang tepat," katanya.

Sebelumnya pengusaha perhotelan Tanjungpinang terpaksa mengurangi tenaga kerja karena pendapatan berkurang setelah ada larangan rapat di hotel bagi aparat pemerintah, kata Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Tanjungpinang Alexander Ang.

"Pendapatan hotel berkurang, karena itu pihak perhotelan terpaksa tidak memperpanjang kontrak kerja karyawan," kata dia di Tanjungpinang, Rabu (11/3).

Menurut dia, wisatawan domestik dan mancanegara yang menginap di hotel sangat sedikit. Artinya, pendapatan yang bersumber dari turis tidak dapat diandalkan. "Mereka menginap di kamar hotel hanya sebentar. Jumlah mereka juga sedikit pada hari libur," ujarnya.

Alexander mengemukakan sejak beberapa tahun lalu hotel bisa bertahan dan mendapat keuntungan dari pemerintah. Rapat-rapat di ruang rapat yang disiapkan di hotel selalu terisi sebelum pemerintah melarang rapat di hotel.

Selain itu, lanjutnya, kamar-kamar hotel juga selalu terisi oleh tamu-tamu dari pemerintah sehingga hotel mendapat keuntungan. Sampai sekarang masih ada tamu-tamu dari pemerintahan yang nginap di hotel, tetapi jumlahnya tidak banyak.

"Mereka nginap di hotel, tapi rapat tetap dilaksanakan di ruang rapat kantor pemerintahan. Ini yang membuat pengusaha perhotelan terpukul," katanya.

Menurut dia, ketergantungan usaha perhotelan dengan pemerintah selama ini cukup tinggi, bahkan 80-90 persen pendapatan beberapa hotel bersumber dari anggaran yang dikelola pemerintah. Kondisi ini dapat membuat usaha perhotelan gulung tikar.

Namun ada hotel yang hanya 35-50 persen mengandalkan pendapatan yang bersumber dari anggaran pemerintahan. Tanjungpinang, kata dia, memiliki 50 hotel, yang sebagian besar pendapatannya bersumber dari pemerintahan. Beberapa wisma dan hotel yang berukuran kecil memang tidak terpengaruh dengan kebijakan pemerintah tersebut.

"Selama ini memang pemerintah memilih hotel-hotel tertentu untuk rapat dan nginap," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement