REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan sedang mengkaji ulang sistem pengupahan bagi pekerja dan buruh di Indonesia. Hal ini dilakukan agar sistem pengupahan dapat adil bagi pelaku usaha dan buruh.
Menteri Ketenagakerjaaan Muhammad Hanif Dhakiri mengatakan, andalan penyerapan tenaga kerja paling banyak terdapat di sektor industri padat karya. Oleh karena itu diperlukan insentif sistem pengupahan yang predictable bagi pelaku usaha dan adil terhadap buruh.
"Seluruh usulan sudah masuk dan kita sedang mencari formula yang terbaik, tapi saya gak bisa buka formulanya apa saja," ujar Hanif di Jakarta, Kamis (12/3).
Hanif mengaku sudah mengantongi batas waktu penggodokan formula kebijakan sistem pengupahan tersebut. Akan tetapi, dia masih enggan membeberkan tenggat waktunya.
"Tiap tahun upah harus naik, namun bagaimana naiknya ini yang harus dikaji dan kita belum sampai pada tahap keputusan," kata Hanif.
Hanif mengatakan, ada beberapa indikator yang dipertimbangkan dalam sistem penentuan upah yakni produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan kinerja. Menurutnya, produktivitas pekerja dapat didongkrak melalui kebijakan pelatihan berbasis kompetensi, serta penguatan infrastruktur pelatihan yang baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Untuk meningkatkan produktivitas, Kementerian Ketenagakerjaan mengoptimalkan Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada di setiap daerah di Indonesia. Hanif mengatakan, pihaknya memiliki target pelatihan bagi tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang sampai satu juta orang per tahun. Akan tetapi, karena keterbatasan anggaran maka Kementerian Ketenagakerjaan baru melatih sekitar 120 ribu orang per tahun.