REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Warga Kabupaten Sleman mengeluhkan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok. Adapun harga kebutuhan yang dikeluhkan adalah, BBM, kenaikan harga listrik, sembako dan gas.
Menurut Penjual Soto di Lapangan Denggung, Yuga Supromono (19), kenaikan sejumlah harga tersebut sangat menyulitkan. Sebab biaya bahan baku dagangannya ikut naik. Sehingga sedikit sekali keuntungan yang bisa ia ambil dari penjualannya.
"Dulu saya beli bahan baku Rp 110 ribu, sekarang Rp 160 ribu," ungkapnya pada Republika, Rabu (11/3).
Karena itu Yuga semakin susah berbelanja di Pasar Sleman. Kenaikan yang paling terasa bagi pemuda asal Wonosari, Gunung Kidul itu adalah harga beras. Saat ini perkilo Rp 12 ribu, padahak dulu hanya Rp 9.500. Karena itu, harga sotonya pun ikut naik dari Rp 5000 jadi Rp 6000 per mangkuk.
Yuga sendiri tidak terlalu terpengaruh dengan naiknya harga elpiji. Sebab selama dua tahun ia berjualan, bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah areng. Berbeda dengan Yuga, warga Cibuan Kecamatan Mlati, Wiyani (45) justru merasa sangat terbebani dengan kenaikan harga gas elpiji.
Menurut Ibu penjual es itu, beberapa pekan lalu harga gas sempat naik jadi Rp 20 ribu. Tapi sekarang sudah kembali normal. Hal ini terjadi karena kelangkaan gas. Padahal sebelumnya hanya Rp 15 sampai Rp 18 ribu.
"Ya jelas sangat merugikan. Semua harga bahan pokok naik. Kita yang jual, kalau sudah mateng susah menaikan harga," tuturnya.
Selain itu kenaikan harga listrik pun cukup membenani. Biasanya tarif listrik yang Wiyani bayar ke PLN hanya Rp 30 sampai Rp 35 ribu. Saat ini jadi Rp 50 ribu perbulan. Makka itu ia berharap agar pemerintah segera menurunkan harga berbagai kebutuhan pokok.
Tidak hanya di situ. Rupanya klaim BPJS pun ikut naik. Sekarang masyarakat harus membayar bahkan hampir dua kali lipat dari sebelumnya.