Selasa 10 Mar 2015 17:15 WIB

120 Pasangan Ikuti Isbat Nikah

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah pasangan pengantin diarak menggunakan becak setelah mengikuti nikah massal.
Foto: Antara
Sejumlah pasangan pengantin diarak menggunakan becak setelah mengikuti nikah massal.

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Pemerintah Kabupaten Purbalingga bekerja sama dengan Kantor Kementrian Agama dan Pengadilan Agama Pubalingga, membuat terobosan baru terkait masalah pernikahan warganya. Dalam hal ini, warga yang sebelumnya hanya melaksanakan nikah siri, akan ditetapkan dalam isbat nikah. 

Yang menarik, melalui program isbat nikah ini maka penetapan waktu nikah akan berlaku surut atau disesuaikan dengan saat pasangan tersebut melakukan nikah siri. ''Karena berlaku surut maka dalam buku nikah akan tercantum hari, tanggal, bulan dan tahun pada saat pelaksanaan nikah siri,'' kata Kepala Kantor Kementrian Agama Purbalingga, Rochiman, saat memberikan sosialisasi program isbat nikah di Aula Kecamatan Mrebet, Selasa (10/3).

Dia menyebutkan, dalam program ini, ditetapkan kuota sebanyak 120 pasangan nikah siri yang akan diisbat nikah. Seluruhnya, merupakan warga Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet.

Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga, Imam Subijakto, menyatakan pelaksanaan program isbat nikah ini merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat. Khususnya bagi masyakat yang telah menikah secara agama, namun belum ditetapkan oleh pemerintah.

Menurutnya, program isbat nikah ini baru pertama kali dilakukan di Jawa Tengah. Bahkan di wilayah eks Karesidenan Banyumas, baru disosialisasikan mulai Selasa (10/3). 

''Karena baru pertama kali dilaksanakan, dia beharap program ini bisa berjalan dengan sukses.  Untuk itu, saya minta camat Mrebet, kepala KUA, dan kepala desa, pembantu pegawai pencatat nikah (P3N), berkomitmen melaksanakan pelayanan isbat nikah ini sebaik-baiknya. Yang mengetahui persis sah dan tidaknya nikah secara agama adalah kepala desa dan P3N. Jadi yang didaftarkan yang benar-benar sah secara agama, jangan yang lain,'' kata Imam.

Rochiman, mengatakan pencatatan nikah sebenarnya sudah berlaku sejak zaman Indonesia baru merdeka. Para ulama dalam kompilasi hukum Islam telah menetapkan, setiap pernikahan harus dicatat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Untuk pelaksanaan sidang isbat, menurutnya, bisa dilakukan di KUA atau di Kecamatan. Sedangkan sumber data, berasal dari masukan pihak desa.

''Kepala Desa harus benar-benar selektif dalam mengajukan isbat nikah, mana yang secara syarat dan hukumnya telah memenuhi. Karena sidang isbat adalah mengakui pernikahan yang dulu telah dilaksanakan pernikahan siri. Jangan sampai menikahkan orang lagi,'' ujar Rochiman

Rochiman menambahkan, sidang isbat nikah itu bersifat gratis. Namun ini hanya berlaku jika pencatatan dilakukan di KUA. Bila pencatatan dilakukan di luar kantor, harus membayar biaya administrasi sebesar Rp 600 ribu.

''Setelah dicatat maka akan dikeluarkan duplikat buku nikah, yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan buku nikah milik warga lainnya. Dengan duplikat surat nikah ini, warga bisa menggunakannya sebagai syarat administrasi pembuatan Akta Kelahiran bagi anak-anaknya,'' ujar Rochiman.

Program ini, menurut Rochiman, sangat luar biasa karena menyelesaikan banyak sekali persoalan kependudukan. Warga yang tadinya tidak bisa mengurus akte kelahiran, atau tidak bisa mencantumkan nama bapaknya karena pernikahan kedua orang tuanya tidak tercatat di KUA, maka bisa diselesaikan. ''Dengan dicatatnya pernikahan dalam buku nikah ini, maka persoalan kependudukan bisa diatasi,'' ujar Rochiman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement