REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tawuran remaja yang berstatus siswa-siswi SMA semakin meningkat di Kabupaten Sleman. Sejauh ini ada dua kasus tawuran besar yang ditangani oleh Polres Sleman.
Namun menurut Kepala Unit Penyidik Perempuan dan Anak (PPA), Aiptu Eko Meipurwanto, jumlah kasus tawuran yang terjadi di lapangan lebih banyak dari pada yang dilaporkan ke Kepolisian.
"Yang dilaporkan kepada kami hanya dua kasus. Kalau yang tidak dilaporkan ya banyak," ujar Eko pada Republika di Kantor PPA, Selasa (10/3).
Menurutnya, sebelumnya di Sleman tidak pernah terjadi kasus tawuran anak sekolah. Namun sejak pertengahan tahun lalu, kasus seperti ini semakin sering terjadi. Adapun kasus pertama yang terjadi tanggal 10 Oktober 2014, adalah penyerangan yang dilakukan oleh 16 siswa SMAN 1 Sleman dan menewaskan satu orang dari SMK Seyegan. Menurut Eko, penyerangan tersebut terjadi usai ujian, saat mereka konvoi. Hingga saat ini proses hukum terhadap pelaku masih berjalan.
Sedangkan kasus kedua terjadi pada tanggal 5 Januari 2015. Tawuran yang melibatkan 23 siswa SMK Sayegan, dan SMAN 1 Tempel ini menyebabkan satu orang luka-luka, karena dihantam gir motor. Namun karena kasus ini masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan, saat ini Polres Sleman sudah mengajukan diversi ke pengadilan untuk penyelesaiannya.
"Saat ini tawuran mulai marak terjadi, karena anak-anak sekolah tergabung dalam geng masing-masing," ujar Eko. Ia menyampaikan bahwa faktor senioritas pun sangat berpengaruh dalam masalah kerusuhan remaja. Bahkan kaka kelas merekalah yang mendoktrin para pelaku mengenai musuh-musuh sekolahnya. Jadi tanpa panjang lebar, saat mereka menemui orang-orang yang dianggap sebagai musuh, mereka akan menyerang orang tersebut.
Adapun kasus kerusuhan yang tidak dilaporkan ke kepolisian seperti, penyerangan yang merusak gerobak bakso dan tawuran karena masalah futsal. Eko sendiri menyayangkan hal tersebut, karena yang menjadi pelaku kerusuhan merupakan siswa siswi berprestasi. Bahkan banyak yang berasal dari keluarga pejabat.
"Waktu ditanya kenapa tawuran, ya mereka jawabnya sebagai bentuk kecintaan pada gengnya," ungkap Eko. Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Sub Bidang Humas Polres Sleman, Akp Haryanta. Ia mengatakan bahwa jumlah tawuran remaja ini semakin sering ditemui. Untuk itu, Polres bekerjasama dengan Dinas Sosial Pemkab, melakukan pembinaan terhadap siswa-siswi SMA.
"Kami melakukan pembinaan terhadap pelaku. Dalam hal tersebut bekerjasama dengan sekolah dan Dinas Sosial. Setelah itu kami mendorong pembuatan surat pernyataan dari pelaku untuk tidak mengulang hal yang sama," ucap Haryanto saat ditemui di ruang kerjanya.
Eko pun menambahkan bahwa upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum adalah menciptakan suasana keakraban antar sekolah.
"Kami jalankan program upacara bersama setiap hari Senin. Dimana satu sekolah upacara di sekolah lain. Terus begitu secara berkeliling," ujarnya. Ia pun menyampaikan rencana pelaksanaan jambore bersama untuk meregangkan situasi permusuhan.