REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tidak setuju dengan wacana pemberian dana bantuan sebesar Rp1 triliun untuk partai politik, yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Koordinator Fitra, Ucok Sky Khadafi mengatakan pemberian dana bantuan untuk Parpol tidak tepat, karena sistem manajemen partai politik di Indonesia belum ideal. Menurutnya harus ada pembenahan manajemen Parpol terlebih dahulu sebelum adanya kebijakan ini.
Ia menilai corak kebanyakan Parpol di Indonesia saat ini masih bersifat oligarki. Hal ini lah kata dia yang menyebabkan kekuasaan di parpol hanya berpusat pada pimpinan elitnya saja.
"Ujung-ujungnya dana hanya berpusat di tataran elit saja," ucapnya, Selasa (10/3).
Selain itu, Ucok menilai konsep Parpol yang ada di Indonesia belum dikelola secara profesional. Menurutnya masih banyaknya parpol dikelola secara kekeluargaan. Padahal agar dana yang ada bisa dipertanggungjawabkan, parpol harus terbuka pada publik.
"Sekarang kan parpol sifatnya masih jauh dari transparan pada publik," katanya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo secara pribadi mengusulkan ke depan perlu adanya wacana jangka panjang dari pemerintah untuk membiayai parpol dengan APBN. Dia mengusulkan agar setiap parpol diberikan dana bantuan sebesar Rp 1 Triliun.
Dana itu, kata dia, dapat digunakan untuk persiapan dan pelaksanaan pemilu. Terutama untuk pendidikan kaderisasi dan melaksanakan program dan operasional. Di samping itu kebijakan ini harapannya bisa menekan angka korupsi yang biasa dilakukan oleh parpol.
Hal ini menurutnya penting karena parpol merupakan tempat rekrutmen kepemimpinan dalam negara yang demokratis. Persyaratannya, kata Tjahjo, kontrol kepada partai harus ketat dan transparan. Jika ada yang melanggar aturan, sambungnya, harus ada sanksi keras termasuk pembubaran partai dan sanksi lain yang diatur dalam UU Partai Politik.