Senin 09 Mar 2015 17:56 WIB

Dewan Sesalkan Derajat Kesehatan Jabar yang Masih Rendah

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Julkifli Marbun
Pemeriksaan kesehatan/ilustrasi
Foto: Japfa
Pemeriksaan kesehatan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- PRD Jawa Barat, menyayangkan masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat Jabar. Menurut Anggota Komisi V DPRD Jabar, Ikhwan Fauzy, berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan dan BPS, derajat kesehatan Jabar berada di peringkat 10 terakhir jika dibandingkan dengan provinsi lainnya.

"Kesehatan Jabar masih level 10 terjelek di nasional," ujar Ikhwan, Senin (9/3).

Menurut Ikhwan, buruknya derajat kesehatan disebabkan berbagai hal, salah satunya diukur dari tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Salah satunya, dikarenakan masih minimnya fasilitas kesehatan di daerah pedalaman. Selama ini, sebaran fasilitas medis belum merata, sehingga warga di daerah pedalaman kurang terlayani dengan baik.

Seharusnya, kata Ikhwan, pemerintah bersikap tegas dengan memberlakukan kembali undang-undang wajib kerja sarjana. Calon dokter yang akan segera menyelesaikan studinya, harus diwajibkan mengabdi di daerah pedesaan.

"Bayi dan ibu melahirkan yang meninggal itu banyaknya di pedalaman. Ini karena sedikit tenaga dan fasilitas medis di pedalaman," katanya.

Selain itu, kata dia, pertumbuhan penduduk di Jabar yang tidak terkendali menjadi faktor penyebab rendahnya derajat kesehatan di Jabar. Hal ini, kata Ikhwan, tidak disadari betul oleh pemerintah. Petugas penyuluhan yang berfungsi memberi penjelasa kepada warga tidak berjalan maksimal. Bahkan, petugas tersebut kini malah menjadi PNS di kecamatan.

"Peran itu sudah hilang. Padahal mereka ujung tombak dalam pengendalian jumlah penduduk," katanya.

Selain itu, kata dia, rendahnya derajat kesehatan dikarenakan alokasi 10 persen APBD untuk kesehatan tidak efektif. Selama ini, alokasi 10 persen APBD untuk kesehatan tidak sepenuhnya dijalankan pemerintah.

"Pemda jangan pelit terhadap anggaran kesehatan. Itu hak azasi, dijamin UU," kata Ikhwan.

Sejauh ini, menurut Ikhwan, anggaran 10 persen untuk kesehatan lebih banyak digunakan untuk kepentingan koordinasi, bukan untuk kepentingan masyarakat secara langsung. "Alokasinya habis untuk sosialisasi, pengkaderan, pokoknya berputar di birokrasi. Orang sakit tetap sakit," katanya.

Seharusnya, kata Ikhwan, anggaran untuk kesehatan tersebut digunakan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat, mulai dari penguatan Posyandu, Puskesmas, hingga peningkatan tenaga kesehatan. "Harusnya 10 persen itu benar-benar untuk publik, bukan untuk koordinasi,’’ katanya.

Sementara menurut Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, saat memberikan Nota Pengantar Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Jabar, keberhasilan Pemprov Jabar di bidang kesehatan adalah meningkatnya Indeks Kesehatan dari 72,60 poin pada 2013 menjadi 74,01 poin pada 2014. Angka harapan hidup, meningkat dari 68,80 tahun pada 2013 menjadi 69,02 pada 2014. Peningkatan kualitas kesehatan di Jabar, khususnya untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dengan dibangunnya sarana kesehatan Puskesmas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement