Senin 09 Mar 2015 16:00 WIB

Larangan Rapat, Pemkot Yogya Kaji Ulang Pajak Hotel

Hotel di Yogyakarta, ilustrasi
Hotel di Yogyakarta, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota Yogyakarta kembali meninjau ulang potensi pajak hotel 2015 usai keluarnya peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang larangan pegawai negeri sipil menggelar rapat atau kegiatan di hotel.

"Ada perubahan pendapatan hotel pasca-keluarnya aturan dari kementerian sehingga potensi pajak pun perlu ditinjau ulang," kata Kabag Perekonomian Pengembangan Pendapatan Asli Daerah dan Kerja Sama (P3ADK) Pemerintah Kota Yogyakarta Danang Subagjono, Senin (9/3).

Dia mengatakan kajian itu juga dilakukan karena Yogyakarta mengeluarkan moratorium izin pembangunan hotel baru. Menurut dia, kegiatan serupa sudah dilakukan pada 2012 dan diharapkan kegiatan kajian potensi pajak hotel pada tahun ini dapat digunakan untuk menetapkan perkiraan target pajak hotel dalam APBD tahun berikutnya.

P3ADK Pemerintah Kota Yogyakarta menganggarkan dana sekitar Rp149 juta untuk peninjauan ulang potensi pajak hotel pada tahun ini.

"Harapannya, pada bulan ini sudah ada pemenang lelangnya sehingga pekerjaan itu bisa segera dimulai," lanjutnya.

Selain melakukan studi potensi pajak hotel, Bagian P3ADK Kota Yogyakarta juga melakukan sejumlah kajian lain seperti kajian optimalisasi pungutan pajak restoran untuk pedagang kaki lima (PKL), kajian tarif retribusi jasa umum dan kajian tarif retribusi jasa usaha.

Pemerintah menganggarkan dana masing-masing Rp50 juta untuk ketiga kajian itu.

"Khusus untuk kajian optimalisasi pungutan pajak restoran pada PKL dimaksudkan untuk mengetahui permasalahan pungutan pajak restoran di PKL dan solusinya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,"

katanya.

Sebelumnya, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, kajian potensi pajak hotel perlu dilakukan secara rutin agar diketahui secara pasti potensi pajak hotel yang bisa masuk dalam pendapatan asli daerah.

"Jumlah hotel di Yogyakarta berubah sehingga diperlukan kajian untuk mengetahui berapa potensi pajaknya yang bisa dimasukkan sebagai pendapatan asli daerah," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement