Ahad 08 Mar 2015 17:59 WIB

Beras Mahal, Orang Tua Ini Makan Nasi Aking

Rep: Lilis Handayani/ Red: Erik Purnama Putra
Seorang warga menjemur Nasi Aking di kawasan Kampung Bandan, Jakarta Utara, Selasa (19/2).
Foto: Republika/Rakhmawaty
Seorang warga menjemur Nasi Aking di kawasan Kampung Bandan, Jakarta Utara, Selasa (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Harga beras di pasaran di Kota Cirebon melambung hingga Rp 12 ribu per kilogram (kg) dalam beberapa hari terakhir. Kondisi itu akhirnya memaksa sejumlah warga miskin mengkonsumsi nasi aking (nasi basi yang dikeringkan).

 

Hal itu seperti yang dialami Taskadi Eko Sunjaya (52), warga RT 07/04 Kampung Melati, Kelurahan/Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Dia bersama istri dan lima anaknya terpaksa mengkonsumsi nasi aking karena tak mampu membeli beras.

 

"Uang hasil narik becak yang saya peroleh tidak cukup untuk membeli beras,’’ ujar pria yang bekerja sebagai penarik becak itu saat ditemui di rumahnya, beberapa hari yang lalu.

 

Dalam sehari, Taskadi menuturkan rata-rata memperoleh penghasilan sekitar Rp 30 ribu. Menurutnya, uang tersebut tidak cukup jika digunakan untuk membeli beras setiap hari. Pasalnya, uang itu juga digunakan untuk memenuhi berbagai keperluan lain sehari-hari.

 

Taskadi mengatakan, dia dan anggota keluarganya terpaksa makan nasi aking sejak sekitar tiga bulan terakhir. Nasi aking itu terkadang berasal dari pemberian tetangga ataupun saudaranya. Sebelum disantap, nasi aking ditanak kembali kemudian disangrai dengan dicampur garam.

 

‘"akannya gak pakai lauk, gak ada uangnya,’’ tutur Taskadi.

 

Taskadi mengaku tak mengalami kesakitan saat mengkonsumsi nasi aking. Namun, dia mengaku sangat sedih melihat anak-anaknya, terutama si bungsi yang berusia lima tahun, juga mengkonsumsi nasi yang sebenarnya digunakan sebagai pakan ternak tersebut.

 

Taskadi menambahkan, setiap bulan menerima jatah raskin sebanyak lima kilogram. Namun, beras tersebut hanya cukup untuk makan tiga hari.

 

Sekitar akhir pekan lalu, Taskadi juga memperoleh bantuan dari Kantor Ketahanan Pangan Kota Cirebon, salah satunya beras 15 kg. Namun, selain bantuan tersebut, dia menyatakan tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.

 

Taskadi telah menjadi penarik becak sekitar empat tahun terakhir. Namun, dirinya tak bisa bekerja optimal akibat penyakit paru-paru yang diidapnya selama tiga bulan ini. Istrinya, Titi Sulastri (43), hanya membantu ekonomi keluarga dengan cara membantu di rumah salah seorang warga.

 

Keluarga tersebut tinggal di sebuah rumah berukuran sekitar 4x6 meter yang dibagi dua ruang. Masing-masing ruang dilengkapi kasur lepek dan sejumlah perabot rumah tangga sederhana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement