Sabtu 07 Mar 2015 23:00 WIB

Kisruh di Indonesia Dirancang oleh Kapitalisme Dunia

Rep: C14/ Red: Ilham
 Seorang pria mengenakan topeng Guy Fawkes dalam aksi unjuk rasa anti-kapital (ilustrasi)isme
Seorang pria mengenakan topeng Guy Fawkes dalam aksi unjuk rasa anti-kapital (ilustrasi)isme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Ichsanudin Noorsy menilai, sejak gegap-gempita pemilihan umum 2014, ada konstruksi besar yang mengondisikan Indonesia agar tetap dalam kondisi kisruh. Hal ini tidak lepas dari upaya sejumlah kalangan yang mencoba mengalihkan publik dari isu mengenai pelanggaran terhadap konstitusi. Terutama, terkait hegemoni kapitalisme pasar bebas.

“Sesungguhnya, ada upaya agar Indonesia tidak keluar dari cengkeraman sistem kapitalisme. Ada satu konstruksi besar di Indonesia, agar Indonesia tidak kembali ekonominya kepada ekonomi konstitusi,” kata Ichsanudin Noorsy di Jakarta, Sabtu (7/3).

Noorsy melanjutkan, kini di Indonesia, marak sebuah kisruh disambut dengan kisruh lainnya. Dan keributan-keributan itu, kata Noorsy, tidak terkait sama sekali dengan persoalan dasar kesejahteraan rakyat atau konstitusi. Noorsy mencontohkan banyak kasus.

“Keributan KIH-KMP, keributan PPP, keributan Golkar, dan sekarang keributan Ahok. Itu adalah sebuah konstruksi agar orang-orang Indonesia yang awalnya kritis terhadap berbagai persoalan mendasar tidak lagi (fokus) ke situ,” ucapnya.

Noorsy mencontohkan, fakta bahwa harga minyak di Indonesia kini diserahkan sepenuhnya ke pasar bebas. Mengenai itu, tidak ada pemberitaan sama sekali. Padahal, UU Energi yang menyebut soal harga minyak bertentangan dengan konstitusi. Bahkan, UU tersebut melawan keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah berkekuatan hukum tetap. Demikian pula, perjanjian kontrak RI dengan Freeport yang berlaku hingga 2041.

“Buat saya, ini ada pengalihan isu yang sistematis,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement