REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan jadikan Yogyakarta sebagai model penyelesaian permasalahan tanah di Nusantara. Sebab masyarakat dan pemerintah mampu menyelesaikan sertifikat tanah di lereng merapi. Setelah patok dan batas lahan milik warga hilang.
"Saya sangat mengapresiasi kearifan lokal masyarakat di sini. Di luar sana, tanah yang bersertifikat saja bisa geser patoknya. Nah ini, patoknya sudah hilang, malah bisa diselesaikan," ujar Ferry sambil tersenyum di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Jumat (6/3).
Menurutnya hal ini bisa dicontoh oleh daerah bencana lain, seperti di Sinabung.
Menurut Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DIY, Arie Yuwirin sejak tahun 2014 konsolidasi tanah di Cangkringan berhasil menyelesaikan sertifikat sejumlah 1.687 bidang. Adapun penyerahan sertifikat tanah yang langsung diserahkan oleh Menteri Agraria hari ini sejumlah 300 bidang.
Dengan diserahkannya sertifikat atas tanah pada kegiatan konsolidasi tanah sebanyak 1687 bidang, maka bidang tanah di Kecamatan Cangkringan yang telah terdaftar adalah 16853 atau 74,49 persen dari perkiraan total tanah sejumlah 22.621 bidang yang ada di sini," tutur Arie.
Sedangkan jumlah bidang tanah yang terdftar di wilayah kabupaten sleman sampai dengan akhir 2014 adalah 499.134 bidang atau 84,2 persen dari total keaeluruhan di Kabupaten Sleman 592.744 bidang.
Dalam waktu kurang dari satu tahun sejumlah tanah warga yang hilang jejaknya, dapat diperbaharui sertifikatnya. Program konsolidasi ini diberikan secara cuma-cuma. Menurut Sultan, keberhasilan program ini baru terjadi pertama kalinya di Indonesia.
"Saya sangat mengapresiasi kearifan masyarakat semua. Atas itu saya berterimakasih. Padahal rumahnya sudah hilang tinggal ada lava," ungkap Hamengkubuwono ke 10 di tempat yang sama. Ia berpandangan bahwa kekuatan Yogyakarta adalah kebersamaan masyarakatnya.
Tanpa ada keikhlasan dari warga setempat, program ini tidak akan berhasil. Sri Sultan kemudian menceritakan atas kesahajaan masyarakatnya, ia bisa menunaikan janjinya satu tahun yang lalu. "Dulu saya berjanji untuk membereskan sertifikat di sini. Karena kerelaan saudara-saudara semua akhirnya janji saya terlunaskan," katanya.
Kepala Desa Kepuharjo, Heri Suprapto membenarkan hal tersebut. Dulu banyak masyarakat yang tidak mau pindah dari Lereng Merapi. Karena takut lahannya diambil alih pemerintah menjadi Taman Nasional Merapi. Sebab itu, Sultan sempat berjanji akan menyelesaikan masalah sertifikat kepemilikan dan mengembalikannya pada warga. "Karena janji itu, akhirnya warga mau pindah untuk sementara," papar Heri pada Republika.