REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejahatan pembiusan di tempat publik seperti Bandara Soekarno-Hatta terjadi kembali. Para pelaku melakukan aksi kejahatannya terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang baru saja pulang dari luar negeri.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Bambang Widodo Umar mengatakan, umumnya para pelaku kejahatan pembiusan lebih memilih tempat yang ramai. Orang yang lalu lalang dengan kesibukan masing-masing dimanfaatkan pelaku melakukan aksinya dengan bebas.
"Kejahatan pembiusan kerap mengincar tempat ramai. Disaat sedang ramai, perhatian semua orang teralihkan," kata Bambang kepada Republika, Kamis (5/3).
Bambang mengatakan, tempat ramai itu seperti bandara, terminal bus, maupun stasiun kereta api atau tempat wisata. Bambang menjelaskan para pelaku biasanya melakukan secara berkelompok.
"Ada yang melakukan pengintaian dan ada yang melakukan eksekusi serta ada pula yang menunggu untuk membawa korban pergi meninggalkan tempat tersebut," ujar Bambang.
Menurut Bambang, modus operandinya beragam. Para pelaku biasanya juga melakukan pengamatan dulu terhadap para korbannya. Menurut Bambang, mereka juga semakin pintar dan lihai dalam melakukan aksinya dengan kemajuan teknologi untuk mengetahui obat apa saja yang baik untuk melakukan pembiusan terhadap seseorang.
"Mereka melihat korbannya lebih dulu, kalau yang waspada tidak akan mereka dekati. Biasanya, TKI atau orang baru tiba dari daerah ataupun yang sedang lengah," kata Bambang.
Motif kejahatannya pun sama menurut Bambang. Biasanya mereka melakukan hal tersebut dengan alasan masalah ekonomi dan mempertahankan diri agar tetap hidup dengan melakukan kejahatan.
Sebelumnya, Polresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil menangkap empat pelaku spesialis pembiusan. Para pelaku kerap mengincar para TKI yang baru pulang dari luar negeri. Kini, polisi masih mengejar dua pelaku yang masih buron.