Kamis 05 Mar 2015 08:07 WIB

Menteri Susi Dinilai Abaikan Fakta Sosial Nelayan

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Indah Wulandari
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti.
Foto: Republika/Wihdan H
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti.

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG—Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti dituding telah mengabaikan kearifan lokal dan tak mempertimbangkan fakta sosial masyarakat nelayan di Tanah Air.

Akibatnya Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik pun berujung polemik.

"Larangan yang ada cenderung bersifat reaktif dan mengabaikan budaya masyarakat pesisir, terutama nelayan kecil," kata Anggota komisi B DPRD Jateng, Riyono, Kamis (5/3).

Secara subtansi, lanjutnya, Permen ini harus dievaluasi dan direvisi agar lebih memahami kondisi nelayan dan para pengusaha di sektor perikanan rakyat.

Ia juga menyebut latar belakang diterbitkannya PerMen ini salah satunya untuk melindungi sumber daya alam yang ada di negeri ini.

Namun, yang harus diingat, kearifan lokal tiap daerah di negeri ini berbeda- beda. "Inilah yang luput dari pertimbangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, “ tambahnya.

Di Jawa Tengah, tegas politisi PKS ini, puncak penolakan terjadi dalam aksi demonstrasi di Kabupaten Batang. Ujung dari aksi demonstrasi tersebut terjadi kericuhan, berbagai fasilitas umum dirusak massa, dua polisi luka-luka dan lima nelayan menjadi tersangka.

Ia juga berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bersama pemerintah kabupaten/ kota membangun komunikasi yang lebih intensif dengan para nelayan.

Khususnya dalam menyikapi kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan ini. Sehingga insiden 'mengamuknya' para nelayan di Kabupaten Batang tidak terulang kembali.

Perlu melihat persoalan Permen dan tuntutan nelayan ini secara Komprehenshif, bukan sepotong- sepotong dan  pendekatannya pun harus dialog.

"Kebijakan yang nembuat  nelayan bergejolak, tentu memiliki alasan dan perlu kajian yang mendalam," tegasnya.

Sementara itu, Muslim (39 tahun), nelayan Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak mengaku sangat dirugikan dengan kebijakan tersebut. Namun, ia juga prihatin jika aksi penolalan harus berujung pada kericuhan  bahkan nelayan ditahan. Sehingga perlu kesadaran bersama antara nelayan dan pembuat kebijakan.

"Setiap persoalan kalau dibahas bersama duduk satu meja pasti ada solusinya," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement