REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Naiknya tarif tol sebesar 10 persen yang berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 April mendatang menuai kritikan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Tulus Abadi, Anggota Pengurus Harian YLKI mengatakan pemerintah semakin membebani masyarakat di berbagai sektor seperti jalan tol ini.
Ia menilai ada tiga alasan mengapa kebijakan ini harus dibatalkan dimana yang pertama adalah masih buruknya pelayanan jalan tol. Operator jalan tol dinilai belum mampu memenuhi standar pelayanan minimal.
"Kecepatan rata-rata di jalan tol makin menurun, antrian di loket tol makin mengular, dan banyak jalan berlubang di sana-sini. Kayak gini kok mau dikenakan PPN!," ujar Tulus kepada Republika, Rabu (4/3).
Tulus juga memandang PPN ini akan berdampak terhadap biaya logistik yang pada akhirnya akan merugikan konsumen dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok. YLKI menilai PPN pada jalan tol justru kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah yang ingin mengurangi biaya logistik.
Tulus menyatakan pengenaan PPN atas jalan tol merupakan kenaikan tarif tol terselubung, bahkan akan mengakibatkan dobel kenaikan.
"Pasalnya tarif tol setiap tahunnya ada di ruas tertentu. Jika tarif sudah naik tetapi masih dikenakan PPN, maka akan terjadi dobel kenaikan. Ini melanggar UU tentang jalan dan PP tentang jalan tol!" sambungnya.
Dengan demikian, dirinya menghimbau kebijakan PPN 10 persen kepada pengguna jalan tol harus segera dibatalkan.