REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Industri ekspedisi di Kota Batam Kepulauan Riau lesu, seiring berkurangnya pengiriman barang produksi kawasan industri ke luar negeri dalam beberapa bulan terakhir.
"Ada dampaknya karena melebar dan merembet. Itu sebenarnya pertama dari Singapura karena dari sana juga juga lalu lintas ekspor impor berkurang," Ketua Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Batam Daniel Burhanuddin di Batam, Rabu (4/3).
Ia mengaku sejak beberapa waktu lalu, tidak ada penambahan kontrak kerja sama ekspedisi yang baru dengan mitra. Perusahaan-perusahaan ekspedisi hanya melanjutkan kontrak kerja lama yang masih berjalan. "Sampai sekarang tidak ada penambahan kontrak. Yang bisa hanya penyelesaian dari kontrak lama," kata dia.
Daniel menduga berkurangnya pengiriman hasil produksi kawasan industri disebabkan banyak perusahaan yang merelokasi usahanya ke luar negeri.
Sama seperti ekspedisi, bisnis pelayaran di Kota Batam juga lesu, ratusan kapal terpaksa berlabuh sandar karena tidak ada pesanan berlayar ke berbagai wilayah di dunia. "Sudah dua bulan ini bisnis menurun drastis, perkiraan saya sampai turun 40 persen," kata Ketua Indonesian National Shipowner Association (Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia/ INSA) Kota Batam Zulkifli Ali.
Jasa pelayaran yang ditawarkan pengusaha di Batam mayoritas untuk perusahaan minyak dan gas bumi. Sedangkan harga minyak dan gas bumi sedang turun, sehingga pesanan pengiriman pasokan minyak menggunakan kapal ikut anjlok.
Selain itu, ada beberapa faktor penurunan pelayaran Batam, di antaranya kebijakan pemerintah melarang ekspor tambang mentah dan menurunnya produksi perusahaan-perusahaan di kota itu. "Tidak boleh ekspor batu bara mentah juga mengurangi pelayaran kapal ke luar negeri," kata dia.
Menurunnya produksi perusahaan galangan kapal di Batam juga menjadi faktor lain dari melemahnya industri pelayaran.