REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Petani Desa Tanjungharjo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, berharap pemerintah pusat tidak menggelar operasi pasar secara terus menerus untuk menekan harga beras di pasaran.
Salah satu petani Tanjungharjo Tukimin di Kulon Progo, Rabu, mengatakan, operasi beras akan menurunkan pendapatan petani.
"Saat ini, harga beras melonjak hingga Rp 10 ribu per kilogram. Menurut kami sebagai petani, harga ini sangat wajar. Kalau pemerintah berusaha menekan harga, kami tidak setuju," kata Tukimin, Rabu (4/3).
Menurut dia, kalau pemerintah ingin mengangkat kesejahteraan petani, harga beras Rp 10 ribu per kg di pasaran harus dipertahankan. Kalau harga beras di pasaran di bawah Rp 10 ribu, petani tidak mendapat keuntungan. "Harga beras di pasaran diimbangi dengan naiknya harga gabah di tingkat petani. Kami berharap, pemerintah mempertahankan harga beras ini," katanya.
Hal senada dikatakan anggota Kelompok Tani Amrih Makmur Nanggulan Suryono, bahwa harga gabah ditingkat petani cukup membanggakan, sehingga bisa menyisihkan sebagian hasilnya untuk ditabung. Saat ini, harga gabah kering giling (gkg) di tingkat petani sebesar Rp 530 ribu per kuintal atau Rp 5.300 per kg. Harga beras di tingkat pengecer Rp 10 ribu - Rp 11 ribu per kg.
"Harga ini masih wajar. Hal ini, sebanding dengan biaya tanam hingga panen yang dikeluarkan petani. Berdasarkan perhitungan petani, ongkos kerja naik yakni 1/1000 meter awalnya Rp 90 ribu naik menjadi Rp 120 ribu. Biaya ini harus dikeluarkan untuk membayar traktor atau buruh tanam," katanya.
Ia mengatakan harga gabah dan beras bisa turun, setelah petani Purworejo (Jawa Tengah) memasuki masa panen. Petani disana, menjual harga gabah dan beras murah. Selain lahannya yang luas, biaya produksi masih murah.
"Harga gabah dan beras di Kulon Progo tidak bisa bersaing dengan Purworejo. Kami berharap, harga gabah dan beras bertahan tinggi," katanya.