Rabu 04 Mar 2015 10:25 WIB

Wewenang Staf Presiden Diperluas, Jokowi Ingin Tancap Gas

Luhut Pandjaitan
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Luhut Pandjaitan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Perluasan wewenang Kantor Staf Presiden dengan terbitnya Perpres Nomor 26 Tahun 2015 dinilai sudah tepat. Presiden Jokowi dipandang ingin benar-benar memaksimalkan kerja lembaga-lembaga  di ring satu.

“Dalam bahasa yang sederhana dengan Perpres tersebut, Jokowi ingin tancap gas dan memastikan visi dan misinya pada saat kampanye dahulu dapat diterjemahkan dengan baik sampai tingkat pelaksanaan teknis tanpa diganggu persoalan miskoordinasi dan miskomunikasi antar para pejabat sendiri,” cetus DPP Partai Gerindra Anggota Dewan Pembina S.Dasco Ahmad dalam rilisnya, Rabu (4/3).

Dengan Perpres tersebut, Dasco yakin,Kepala Staf Kepresidenan bukan lagi aksesoris yang hanya bertugas memberikan dukungan komunikasi politik dan pengelolaan isu-isu strategis kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Kepala Staf  Presiden selain melaksanakan tugas tersebut, juga melaksanakan tugas strategis yaitu pengendalian program-program prioritas nasional.

“Satu spirit yang ingin ditunjukkan Presiden Jokowi dengan menerbitkan Perpres tersebut adalah ia ingin orang-orang kepercayaannya  seperti Luhut Pandjaitan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang jelas, bukan sekadar mengandalkan kedekatan emosional,” tegasnya.

Tebitnya Perpres tersebut sudah sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara yang mengatur bahwa  Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya dapat menunjuk pejabat-pejabat negara yang membidangi urusan tertentu di bidang pemerintahan.

“Tapi, satu hal yang perlu kami ingatkan Presiden Jokowi harus belajar dari kegagalan SBY yang sebelumnya kurang berhasil mengimplementasikan konsep yang nyaris serupa  di dua periode pemerintahannya,” urainya.

Pada waktu itu, SBY mencoba meniru konsep West Wing di Amerika Serikat dengan  menaruh orang-orang yang kritis yang sebenarnya cukup kredibel di lingkaran dalam Istana.

Akan tetapi, mantan-mantan aktivis pun seakan mengalami goncangan budaya alias culture shock yang membuat mereka terlalu banyak berkomentar secara informal dan merembet ke personal. Padahal, kalau mau meniru West Wing, seharusnya lebih banyak bekerja di belakang layar.

“Kami berharap agar Kantor Staf Kepresidenan dapat bergerak cepat merespon persoalan-persoalan penting yang terjadi belakangan ini seperti tidak stabilnya harga beras dan kisruh KPK Vs Polri yang ternyata belum juga selesai,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement