REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai produksi beras di NTB sudah berkurang drastis. Sehingga, kondisi tersebut menyebabkan harga beli beras mengalami kenaikan.
"Menurut saya, produksi beras sudah kurang drastis. Dengan berkurangnya secara drastis, otomatis harga naik. Kalau surplus, seharusnya harga turun," ujar Wakil Ketua DPRD NTB, Mori Hanafi, kepada wartawan di Komplek DPRD, Selasa (3/3).
Selain itu, ia menuturkan kondisi ketahanan pangan di NTB sudah mulai tidak terlalu kuat. Terbukti dengan adanya kenaikan harga beras yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, pemda sering mengatakan jumlah gabah kering giling mencapai 2,2 juta ton dengan jumlah produksi beras mencapai 1,3-1,4 juta ton. Sementara, konsumsi masyarakat hanya mencapai 600 ribu ton.
Maka, terdapat surplus beras mencapai 700 ribu ton beras. Namun, hal itu tidak bisa membuat harga beras menjadi stabil. "Kalau bener ada 700 ribu ton beras yang surplus, nggak mungkin harga melambung terlalu tinggi," ungkapnya.