REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Buruh Sejarah Indonesia mengingatkan bahwa kenaikan harga beras yang terjadi di berbagai daerah akhir-akhir ini semakin membebani kalangan pekerja, sehingga diharapkan bisa segera teratasi.
"Setelah sempat tergerus akibat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu dan sedikit bernafas, kali ini beban berat kembali menimpa kelas buruh akibat kenaikan harga beras," kata Presiden KSBSI Mudhofir, Selasa (3/3).
Menurut dia, kenaikan harga beras saat ini, terutama di Jakarta dan sekitarnya, mencapai 30 persen dan bahkan di beberapa daerah juga sempat terjadi kondisi kelangkaan beras.
KSBSI menilai kondisi tersebut memprihatinkan dan memberatkan rakyat Indonesia, terutama buruh yang baru saja mulai menikmati kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015 pada Februari ini.
"Kenaikan UMP dan UMK yang diperjuangkan oleh buruh setiap tahunnya menjadi semakin kecil nilai manfaatnya akibat situasi ini," katanya.
Ia mencontohkan, kenaikan harga beras mencapai 15 sampai 20 persen akan berdampak terhadap kenaikan biaya konsumsi buruh dan keluarganya sebesar 30 persen dari upah.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan harga beras akan turun mengingat stok sebesar 1,5 juta ton cukup tersedia dan ditambah lagi bulan depan akan panen raya sehingga masyarakat tak perlu membeli dengan harga yang tinggi.
"Stok cukup dan bisa turunkan harga beras. Ditambah lagi panen bulan depan atau bahkan minggu depan sudah ada sedikit panen. Jadi tak perlu ada kekhawatiran," katanya kepada pers di Makassar, Sabtu (28/2).
Bagi masyarakat, ujar wapres, beras memang memegang peranan sangat penting mengingat 60 persen pengeluaran dipergunakan untuk membeli makanan. Jusuf Kalla mengatakan stok sebesar 1,5 juta ton saat ini dinilai aman dan jika nanti panen stok bisa mencapai tiga juta ton.