Senin 02 Mar 2015 21:25 WIB

Target Pajak Jabar Dipatok Rp 72 Triliun

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Kampanye Generasi Muda Pedupi Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Kampanye Generasi Muda Pedupi Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Kantor Wilayah DJP Jabar II, Angin Prayitno Aji, mengatakan, target tahun ini penerimaan pajak Jawa Barat berada di kisaran Rp 72 Triliun. Angka tersebut terbagi untuk wilayah Jabar II sekitar Rp 45 triliun. Sisanya, target untuk wilayah Jabar I.

"Target kita untuk wilayah Jabar II sekitar Rp 45,956 triliun untuk tahun 2015. Kalau total Jabar Rp 71,88 triliun jadi sekitar 72 triliun-lah," katanya saat acara Pekan Panutan Penyampaian SPT PPh di Gedung Keuangan Kanwil DJP I Jalan Asia Afrika, Senin (2/3).

Dikatakan Angin, untuk mencapai target yang terhitung besar tersebut, pihaknya membutuhkan dukungan dari berbagai instansi terkait. Apalagi di Jabar, tingkat pelaporan SPT termasuk rendah. Dari sekitar 4 juta potensi wajib pajak yang ada di DJP I dan DJP II, yang menyerahkan SPT hanya sekitar 50 persen saja.

"Kalau tanpa didukung institusi akan sangat sulit mencapai target. Makanya saya minta ayo dukung ber-NPWP dan segera lapor SPTnya," katanya.

Terkait rendahnya pelaporan SPT di wilayah Jabar, menurut Angin, banyak faktor pemicu. Salah satunya banyak pekerja yang beranggapan bahwa pemotongan pajak sudah dilakukan oleh perusahaan sehingga secara pribadi tak perlu melaporkan SPT.

Di Jabar, kata dia, memang banyak pabrik dan buruh. Jadi, mereka kalau sudah jadi pegawai di perusahaan itu kadang-kadang merasa sudah dipotong oleh perusahaan jadi tak perlu melapor. "Padahal itu sudah jadi kewajiban harus lapor," katanya.

Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya pembayaran wajib pajak, kata dia, adalah tingginya jumlah warga yang mencari pekerjaan. Orang pencari kerja, kata dia, harus terdaftar sebagai wajib pajak meski belum diterima bekerja. "Ini juga jadi pemicu kerendahan pelaporan kami," katanya.

Selain itu, kata dia, sekarang untuk membuka rekening juga dikenakan wajib NPWP. Padahal,  yang membuka rekening ini masih SMA, jadi belum wajib pajak. Ada lagi, yang mau ke luar negeri, TKI, itu wajib NPWP. "Tapi dia ke luar negeri, enggak lapor SPT," katanya seraya mengimbau wajib pajak segera melaporkan SPT-nya paling lambat 31 Maret ini.

Sementara menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, menambahkan selama ini pemerintah daerah mengeluhkan adanya pajak penghasilan dari perusahaan (PPh badan) yang hanya dibayarkan oleh kantor pusat masing-masing perusahaan. Hal ini, sangat merugikan daerah karena tidak bisa memungut pajak tersebut.

"PPh badan jatuhnya di kantor pusat. Celakanya, industri manufaktur nasional itu 55 persennya ada di Jabar. Tapi kantor pusatnya kebanyakan di Jakarta. Jadi, meskipun PPh orang pribadi jatuh (dibayarkan) di Jabar, PPh badan (dibayarkan) di kantor pusat, di Jakarta," katanya.

Oleh karena itu, kata Heryawan, pemerintah daerah termasuk Jabar telah mengusulkan perubahan pembayaran PPh badan.  Heryawan mengaku, Jabar sudah mengusulkan agar pajak perusahaan atau badan di bayarkan di daerah. ‘’Jatim, juga mengusulkan saat forum para gubernur juga mengusulkan itu. Supaya fair, supaya pasti, karena pendapatan per kapita diitung dari PDRB jumlah penduduk," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement