Senin 02 Mar 2015 11:30 WIB

Impor Beras Bertentangan Dengan Kedaulatan Pangan

Impor beras (ilustrasi)
Impor beras (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Seorang pejabat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan di Jakarta mengatakan apabila pemerintah mengimpor beras untuk menangani kelangkaan dan kenaikan harga, maka akan menyalahi kebijakan Kedaulatan Pangan.

"Saat ini kita belum impor, karena jika dilakukan ditakutkan akan menyalahi kebijakan kedaulatan pangan. Jika menilai dari sisi fungsi, bisa saja Kemendag menggunakan instrumen itu," kata Direktur Bapokstra Kemendag Robert Bintaryo, Senin.

Dia berpendapat jika instrumen tersebut dilakukan dikhawatirkan akan menurunkan motivasi para petani lokal dalam mewujudkan program kedaulatan pangan.

Selain itu, apabila impor dilakukan maka stok beras dari luar negeri diperkirakan akan tiba bertepatan dengan masa panen raya di dalam negeri.

"Ya kira-kira saja, jika berasnya masuk pas masa panen raya justru akan merusak harga beras lokal. Ini yang merasakan ya petani, pasti akan sangat kecewa," ujar Robert menjelaskan.

Sebelumnya, pengamat pertanian Khudori memaparkan Operasi Pasar (OP) yang dilakukan pemerintah dianggap tidak efektif untuk menurunkan harga beras yang tengah melonjak akibat kelangkaan stok.

"Hal ini terjadi akibat para pedagang yang menjual beras Bulog dengan harga pasar, padahal sesuai dengan aturan pemerintah harusnya Rp7.400. Tapi nyatanya banyak yang lebih tinggi," kata Khudori mengungkapkan.

Pihak Bulog yang diwakili Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Leli Pritasari Subekti mengatakan bahwa penyaluran 71.000 ton beras dianggap kurang, karena jauh dari kebutuhan yang mencapai 232.000 ton setiap bulannya.

"Hitungannya, 462 ribu stok yang kosong hanya ditutup dengan 71 ribu akhirnya ya kurang 'nendang' untuk menurunkan harga," tukas Leli.

Hal tersebut diperparah dengan terlambatnya pasokan beras pada bulan Januari akibat "launching" yang baru diresmikan pada tanggal 28 Januari 2015, sehingga total kekosongan stok beras mencapai hampir 700.000 ton.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement