REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menyebut tiga faktor penyebab kenaikan harga beras yang signifikan belakangan ini. Ia melihat dari aspek produksi dan pelaksanaan distribusi di lapangan.
"Faktor produksi dipengaruhi cuaca yang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya," kata dia pada Sabtu (28/2). Dikatakannya, masa panen beras seharusnya dimulai sejak Februari sampai Mei. Namun karena hujan terlambat satu sampai satu setengah bulan, masa tanam yang mundur membuat masa panen ikut mundur. Sementara itu, pemerintah tampak tidak siap melakukan antisipasi.
Di samping itu, pasokan beras di Pasar Cipinang Jakarta Timur, pada bulan lalu mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya. Hal tersebut berdampak pada kenaikan harga karena pasokan tidak sebesar permintaan.
Pasokan beras yang kurang di pasar berkaitan dengan faktor ketiga yakni terhentinya penyaluran raskin selama tiga bulan. Dampaknya, masyarakat miskin yang butuh beras kemudian beralih ke pasar sehingga permintaan beras non raskin meningkat. "Urusan perut tidak bisa ditunda," katanya.
Ia pun sepakat, keberadaan spekulan menjadi faktor utama harga beras melambung. "Spekulan ini memanfaatkan celah, karena kebijakan pemerintah yang tidak tepat," tuturnya. Ia berkesimpulan, ada mata rantai yang hilang dalam kehadiran pemerintah dari sisi pengadaan, distribusi dan outlet atau pengeluarannya. Di mana, pemerintah tidak mempersiapkan perlindungan untuk mencegah timbulnya persekongkolan antarpedagang.
Perbedaan penurunan harga beras dari Bulog dan pedagang pasca dilaksanakannya Operasi Pasar (OP) menegaskan adanya spekulan. "Bulog menyebut penurunan harga di pasar induk Rp 150, tapi kata pedagang Rp 500," katanya. Karenanya, ia meminta Bulog agar jangan hanya mengandalkan OP dan satgas dalam distribusi, tapi juga melakukan koordinasi dengan para pedagang eceran di pasar.
Mengutarakan solusi jangka panjang, Khudori meminta agar pemerintah melakukan peningkatan produksi dengan melakukan efisiensi tata produksi. Selain itu, sangat penting untuk melakukan pembenahan administrasi perdagangan beras dalam dan luar negeri.
Selanjutnya, pemerintah perlu menyeriusi audit gudang dan distribusi agar titik-titik permainan harga beras dapat terlihat. Terakhir, pemerintah harus memperkuat kelembagaan Bulog agar menjadi instrumen pemerintah dalam perannya sebagai pengendali harga.
Jangan sampai seperti yang terjadi sekarang ini, di mana pengendalian harga diambil alih oleh kalangan pengusaha besar. "Bulog jangan ditugaskan mencari untung, tapi dengan regulasi lembaga ini dikuatkan, dikembalikan fungsi sosialnya untuk menjaga pangan," paparnya.