REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melaporkan kejanggalan di Anggaran Belanja dan Penerimaan Daerah (APBD) ibukota periode 2012-2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Jadi tadi kami datang membawa bukti-bukti perbedaan APBD yang saya ajukan dengan e-budgeting yang kami sepakati di paripurna yang dibuat oleh kawan-kawan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)," kata Basuki di gedung KPK Jakarta, Jumat.
"Di situ angka saja sudah selisih cukup banyak sampai Rp12 triliun. Mereka pun waktu membuat angka ini pun salah. Meng-crop-nya pun salah. Kita juga akan minta BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) lakukan audit juga untuk yang 2015, yang 2014 sedang dilakukan audit, kalau (APBD) 2012-2013 sudah ada auditnya," kata Gubernur Ahok.
Basuki menyatakan hal tersebut seusai bertemu dengan pimpinan KPK yaitu pelaksana tugas (plt) ketua KPK Taufiquerachman Ruki dan plt pimpinan KPK Johan Budi.
Ia juga membantah bahwa pelaporannya ke KPK tersebut karena pengajuan hak angket oleh DPRD Jakarta pada Kamis (26/2) kepada dirinya.
"Karena kami mesti memasukkan dulu dalam sistem yang mesti kita hitung. Angka-angka ini kita harus cari, kita sisir, ini begitu banyak sampai Rp73 triliun. Ini saja kita berterima kasih pada Bappeda (Badan Perencanaan Daerah) yang bekerja sampai pagi untuk menyisir, tidak ada hubungan dengan hak angket atau apa," tambah Basuki.
Basuki mengaku bahwa ia sesungguhnya sudah ingin membuat laporan ke KPK saat Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Barang ini sebenarnya sudah mau kita laporkan dari zamannya Pak Jokowi. Hanya buktinya tidak pernah ada. Selama ini selalu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang mengisi. Dengan e-budgeting tidak bisa diisi oleh SKPD, ini DPRD yang mengisi, membuatnya. Jadi ini sangat baik untuk kami laporkan," tegas Basuki.
Basuki mencontohkan misalnya kejanggalan di dinas pendidikan yang ditemukan di sejumlah sekolah.
"Misalnya tahun 2014, sekolah itu ada 55 sekolah yang kami kecolongan. Padahal waktu itu Pak Lasro Marbun kepala Dinas Pendidikan. Beliau berhasil menyisir Rp 4,3 triliun yang tidak dieksekusi. Tapi ternyata ada 55 kegiatan yang tereksekusi juga hampir Rp 6 miliar untuk UPS (uninterruptible power supply) sekolah dan kepala sekolahnya semua kaget tidak pernah memesan UPS. Saya kira UPS pun tidak ada yang harganya hampir Rp 6 miliar. Kita serahkan kepada KPK untuk masuk," ungkap Basuki.
Namun ia mengaku belum tahu kerugian negara yang diakibatkan oleh penyimpangan tersebut. "Dana siluman dari 2012-2015 tapi yang paling banyak 2014 dan 2015,"
Dana siluman yang terjadi sejak zaman Fauzi Bowo tersebut menurut Basuki bukan hanya ditemukan di dinas pendidikan tapi juga dinas Pariwisata, Makanan, Kesehatan dan Kebakaran.
Sementara Johan Budi mengatakan laporan Basuki tersebut akan ditelaah lebih dulu.
"Tentu kami tidak bisa langsung menyimpulkan, perlu ditelaah lebih lanjut baru nanti bisa disimpulkan. Tapi dari gambar yang bisa disimpulkan dari Pak Ahok dan jajaran, ada indikasi adanya "dana siluman", biar kami di tim pengaduan masyarakat yang akan menindaklanjuti dengan pertama kali melakukan proses telaah terhadap laporan itu," kata Johan.