REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (Pamjaki) mempertanyakan kesiapan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Beberapa di antaranya adalah aspek kepesertaan dan pelayanan kesehatan.
Terkait hal itu, Dewan Penasihat Pamjaki, Rosa Christiana Ginting memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, penyempurnaan sistem pendaftaran peserta. Sebelum sistem ini berjalan baik, peserta tidak perlu ditambah dulu.
Menurut data BPJS Kesehatan hingga akhir tahun 2014 sudah lebih dari 130 juta jiwa menjadi peserta program JKN. Kepesertaan ini sebenarnya sudah melebihi target awal 121 juta jiwa.
"Jadi, peserta yang diterima hanya mereka yang mendaftar secara aktif supaya BPJS Kesehatan bersikap pasif saja. Fokus pada penyempurnaan sistem pendaftaran yang adaptif terhadap kondisi administrasi yang berlaku di perusahaan," katanya.
Rekomendasi kedua, penambahan kuantitas dan kualitas provider sesuai dengan kebutuhan pegawai perusahaan, ketersediaan provider sesuai distribusi domisili pekerja. Sehingga, akses terhadap provider tidak lebih sulit dari kondisi yang dihadapi karyawan sebelum diberlakukannya JKN.
Ketiga, pemerintah memberikan insentif kepada pihak swasta untuk membangun provider yang memadai, baik dari kuantitas maupun kualitas.
Masukan keempat, merancang konsep koordinasi manfaat (CoB) myang memberi manfaat dan efisiensi bagi karyawan dan perudahaan pemberi kerja tanpa merugikan program JKN.
"Rekomendasi terakhir, menunda keharusan pemberi kerja mendaftarkan karyawannya menjadi peserta program JKN paling lama tanggal 1 Januari 2015 menjadi paling 1 Januari 2019. Pada waktu itu diperkirakan faktor-faktor hambatan sebagaimana diuraikan diatas sudah dapat diselesaikan," ujarnya.