REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) Wahyu Hartono dan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan Terhadap Anak Marta Santos Pais sepakat menilai media berperan besar dalam upaya mencegah kekerasan terhadap anak.
Dalam seminar kekerasan terhadap anak yang diselenggarakan Pusat Informasi PBB di Menara Thamrin, Jakarta, Kamis (26/2), Wahyu menghimbau kepada media untuk tidak mengekspos kekerasan terhadap anak. Caranya dengan tidak menampilkan korban kekerasan maupun pelaku yang masih anak-anak, karena akan menimbulkan dampak traumatik bagi anak-anak di masa depan.
"Beritakan juga prestasi anak-anak Indonesia biar seimbang," kata Wahyu.
Hal serupa diutarakan Marta yang menilai fungsi media sangat fundamental. Ia pun menyayangkan sejumlah media yang kerap menampilkan identitas pelaku atau korban yang berasal dari anak-anak sebagai jawaban di tengah persaingan industri media yang mengandalkan kecepatan saat ini.
Mantan Direktur UNICEF Innocenti Research Centre itu menilai dengan tidak menjelaskan identitas si anak maka tidak akan menciptakan trauma baru untuk ke depannya. Sebaliknya, media, kata dia dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk memberitakan perkembangan, pencegahan, dan penanganan terkait kekerasan terhadap anak.
Menurutnya, anak-anak yang menjadi korban kekerasan mempunyai trauma tersendiri yang sulit dihilangkan dan dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri, kesulitan dalam tidur, hingga kurangnya bersosialisasi.
Dalam pertemuan dengan perwakilan negara-negara ASEAN mendatang, Marta juga memasukan isu tentang teknologi yang disinyalir menjadi sebab meningkatnya kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah Indonesia untuk mengembangkan layanan sosial yang sangat dasar kepada keluarga-keluarga di Indonesia demi perkembangan anak yang baik di masa depan.
Wahyu menambahkan kecenderungan kekerasan terhadap anak baik kekerasan fisik maupun seksual terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan salah satu penyebabnya adalah perkembangan dunia teknologi di mana akses mendapatkan konten pornografi dan kekerasan mudah sekali didapat.