Kamis 26 Feb 2015 14:31 WIB
Eksekusi Mati Gembong Narkoba

PBNU: Brasil dan Australia Rating Politiknya Sedang Turun

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Bilal Ramadhan
 Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (kanan) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (24/12).(Antara/Widodo S. Jusuf)
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (kanan) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (24/12).(Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyebut rating politik di Brasil dan Australia sedang turun. Karenanya mereka bereaksi keras terhadap eksekusi mati yang dilakukan Indonesia demi menaikkan kembali rating politiknya.  

"Supaya dia bisa terdongkrak lagi makanya sikapnya keras," kata Said yang baru saja membahas soal hukuman mati dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Kamis (26/2).

Said melanjutkan, dalam pertemuannya selama satu jam tadi, Presiden Jokowi sempat bercerita soal Presiden Brasil yang didemo oleh rakyatnya lantaran mempersoalkan satu warga negara mereka yang dieksekusi mati di Indonesia.

"Di Brasil, kata presiden, didemo. Kalau masalah satu orang saja dihukum mati ribut kayak begitu. Padahal di sini, banyak orang miskin mati kelaparan," ucap dia.

PBNU sendiri mendukung pelaksanaan eksekusi mati. Said menilai, tak ada yang salah dengan keputusan presiden yang tetap melakukan eksekusi mati sekalipun ditentang oleh sejumlah negara. Sebab, selain tercantum dalam hukum positif di Indonesia, hukuman mati juga diperbolehkan dalam hukum Islam.

"Dalam Alquran ditegaskan, barang siapa menghancurkan tatanan kehidupan di dunia, maka hukumnya harus dibunuh," kata Said.

 

Seperti diketahui, hubungan Indonesia dan Brasil sedang retak lantaran eksekusi mati. Presiden Jokowi mengaku sempat dihubungi Presiden Brasil yang meminta ia mengabulkan permohonan grasi warga negaranya. Meski demikian, Jokowi menolak permintaan tersebut dan tetap menjalankan hukuman mati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement