REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan pengalaman perpecahan di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dapat menjadi cermin bagi Partai Golkar yang kini tengah dilanda konflik kepengurusan.
"Jangan sampai terpecah karena pasti membawa penurunan suara, kubu manapun yang menang. Contohnya, PKB yang suaranya turun dan harus berdarah-darah dulu," katanya, Rabu (25/2).
Ia mengatakan, semua konflik pasti merugikan partai politik. Selain mengurangi simpati masyarakat juga melemahkan mesin politik.
"Boro-boro ingin meraih simpati masyarakat, energinya malah habis untuk ke dalam, tidak bisa program ke masyarakat, serta kegiatan yang orientasinya menggalang suara," katanya
Untuk itu, menurut dia, Golkar harus dapat segera menyelesaikan konflik tersebut. Apalagi pada akhir 2015, pemilihan Kepala Daerah secara serentak telah dimulai.
"Walaupun popularitas tokoh saat Pilkada sangat berpengaruh, tapi mesin politik tetap penting dan berguna," katanya.
Sementara itu, Mahkamah Partai Golkar, Rabu (25/2), menunda keputusan penyelesaian dualisme kepengurusan pada pekan depan. "Kami akan putuskan pekan depan, kami ambil putusan terbaik untuk kita semua," kata Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi, dalam sidang Mahkamah Partai Golkar di Gedung DPP Partai Golkar, Rabu.
Seperti diberitakan, kini Partai Golkar terbelah dua kepengurusan. Kepengurusan versi Munas Bali dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan versi Munas Ancol dengan Ketua Umum Agung Laksono. Keduanya juga telah mengajukan ke pengadilan terkait masalah tersebut. Gugatan di tingkat pertama keduanya tidak diterima pengadilan.