Rabu 25 Feb 2015 08:40 WIB

Peneliti Sarankan Dua Klon Kakao dari Masamba

Biji Kakao
Foto: Antara
Biji Kakao

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Tim Peneliti Proyek Australian Center for International Agriculture Research (ACIAR) yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) merekomendasikan dua klon kakao unggulan dari Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

"Kedua klon ini disebut sebagai 'Masamba Cocoa Clone 02' (MCC 02), dan MCC 01. Keduanya direkomendasikan untuk digunakan secara nasional," kata peneliti dari Proyek ACIAR Dr. Philip Keane di Makassar, Rabu (25/2).

MCC 02, katanya, memiliki kelebihan yakni potensi produktifitas yang mencapai lebih dari tiga ton per hektare per tahun, bobot berat kering per biji hingga 1,66 gram, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama kakao.

"MCC 02 tahan terhadap penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) atau penyakit pembuluh kayu, Busuk Buah Kakao (BBK) dan hama Penggerek Buah Kakao (PBK)," kata peneliti yang juga dosen di Universitas LaTrobe, Melbourne, Australia itu.

Ia mencontohkan MCC 02, MCC 01 yang memiliki potensi produktifitas tinggi, mencapai lebih dari tiga ton per hektare per tahun, dan bobot berat kering per biji hingga 1,75 gram. Namun MCC 01 tidak tahan terhadap hama dan penyakit kakao.

"Pada wilayah di mana hama dan penyakit tidak terlalu berat, dan dengan perawatan yang baik MCC 01 dapat digunakan. MCC 01 juga merupakan bahan baku untuk melakukan persilangan berikutnya dengan klon yang tahan penyakit namun produktifitasnya tidak terlalu bagus," kata Philip.

Kedua klon itu, pada awalnya diidentifikasi dan dikembangkan secara mandiri oleh petani, yaitu H. Muhtar (almarhum.) yang mengidentifikasi MCC 01, sementara MCC 02 diidentifikasi oleh M. Nasir dan Andi Mulyadi.

"Awalnya kami meminta petani untuk mengidentifikasi pohon kakao yang menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang terbaik di kebun mereka, hasil identifikasi petani ini yang kami teliti dan uji lebih jauh," katanya.

Philips mengatakan penelitian itu telah dimulai sejak 2000, sedangkan Sulawesi Selatan dipilih sebagai salah satu lokasi penelitian karena variasi genetik tanaman kakao yang besar pada wilayah itu.

Tim peneliti, katanya, juga bekerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Mars Inc, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Polewali Mandar, Universitas Negeri Papua, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Tim peneliti dari Universitas Hasanuddin, dan Laboratorium Sains dan Biologi Terapan Fakultas Pertanian Unhas.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kakao di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement