REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menilai tindakan PT Angkasa Pura II (Persero) memberikan dana talangan pembayaran kembali (refund) tiket penumpang Maskapai Lion Air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, tidak memiliki dasar hukum dan janggal.
Ia mengatakan ketika AP II mengklaim bahwa pencairan dilakukan dengan alasan darurat, Said menegaskan bahwa yang boleh menetapkan keadaan demikian adalah pemerintah dan bukan pihak lain.“Tindakan itu bisa menjadi preseden BUMN dan berbahaya. Sebab, direksi dengan mudahnya menyatakan keadaan darurat dan penyelamatan aset, sehingga melanggar aturan mengeluarkan uang,” ujarnya.
Sehingga, di kemudian hari, direksi BUMN bisa mengeluarkan uang karena dengan alasan darurat dan menyelamatkan aset. Artinya, kata dia, ada pihak-pihak tertentu yang bisa menekan BUMN.
Padahal, dalam hal ini AP II juga dirugikan dan asetnya juga dirusak, tetapi anehnya AP II malah memberikan dana talangan. Ia mencontohkan, ketika buruh atau karyawan pembangkit listrik berdemonstrasi dan merusak fasilitas pembangkit listrik, namun PT PLN (Persero) yang justru memberikan ganti rugi ke demonstran itu.
Kejanggalan lain menurut Said adalah ketika PT AP II (persero) menyatakan menyiapkan Rp 4 miliar untuk pembayaran refund tiket. Ternyata, dana yang dipakai hanya Rp 526.893.500.
Ia mengaku sangat kaget ketika AP II memiliki uang tunai Rp 4 miliar. Yang juga menjadi pertanyaannya kenapa AP II bisa sedia menyiapkan dana segar sebesar itu dan siapa yang mengeluarkannya. Padahal, kata dia, perusahaan sebesar Lion Air sebenarnya pasti memiliki uang yang banyak di bank.
Berdasarkan pengalamannya, meskipun insiden itu terjadi di hari libur, pihak bank masih bisa mencairkan uang dalam jangka waktu 1x24 jam, apalagi untuk nasabah yang memiliki rekening dalam jumlah besar. Keanehan lainnya adalah PT AP II yang membayar refund tiket langsung ke penumpang.