REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penguatan kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menjadi badan semi otonom yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden sebaiknya disesuaikan dengan Undang-Undang. Penyesuaian harus dilakukan agar cakupan badan penerimaan perpajakan menjadi jelas.
Pengamat Perpajakan, Roni Bako, mengatakan, harus ada kejelasan yang dijadikan badan semi otonom hanya Ditjen Pajak atau gabungan dari seluruh ditjen yang terdapat di dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP). Dalam UU KUP, kata dia, terdapat tiga ditjen, yaitu Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan Ditjen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Seolah yang menjadi badan yang terpisah hanya Ditjen Pajak, padahal perpajakan itu termasuk bea dan cukai dan PNBP, itu semua ada di UU KUP,” ujar Roni, saat dihubungi Republika Online, Selasa (24/2).
Menurutnya, jika Ditjen Pajak resmi menjadi badan sendiri, akan lebih baik jika digabung dengan ditjen yang lain. Ia menilai, selama ini belum ada kejelasan mengenai hal tersebut dan media belum sepenuhnya mengulas keberadaan Ditjen Bea dan Cukai dan Ditjen PNBP.
“Jika digabung, baru cocok menjadi badan semi otonom di bawah presiden,” jelasnya.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan, Susiwijono Moegiarso, mengatakan perubahan Ditjen Pajak menjadi badan akan dilakukan paling cepat pada 2016. Sekarang, rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai hal itu tinggal menunggu teken dari Presiden RI Joko Widodo.