REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--- Harga beras di Jawa Barat naik diduga karena akibat spekulasi. Para pedagang di Jabar mengikuti pergerakan harga beras di Jakarta.
"Harga beras di Jakarta naik, eh di Jabar malah ikut-ikutan. Padahal stok beras berlimpah, distribusi juga tidak terganggu. Berarti ini spekulasi," ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Jabar, Ferry Sofwan kepada wartawan di Gudang Bulog Jabar, Senin (23/2).
Menurut Ferry, para pedagang tidak bisa menyamakan pasar di Jabar dengan pasar DKI. Ibukota merupakan tempat pemasaran sehingga dinilai wajar jika terjadi gejolak harga beras. Sedangkan Jabar sebagai sentra produksi pangan dinilai tidak wajar jika mengalami gejolak harga beras.
Selain karena spekulasi pedagang, kata dia, kenaikan harga beras diduga akibat kebijakan Menteri Perdagangan yang tidak akan impor beras pada tahun ini.
Indag Jabar mencatat harga rata-rata beras di Jabar pada bulan Desember sekitar Rp9.500/kg. Namun saat ini harganya mencapai Rp10.600/kg atau meningkat hingga 11 persen.
Oleh karena itu, kata Ferry, Ia mendorong kabupaten/kota untuk segera mengajukan OP beras. Permohonan pengajuan dapat langsung disampaikan kepada subdivre Bulog.
Menurutnya, kabupaten/kota bisa mengajukan OP meski harga beras baru naik 5 persen hingga 10 persen. Bulog akan menggelar OP langsung di pasar-pasar tradisional.
"Segera ajukan OP, jangan tunggu sampai harga beras naik hingga 30 persen, itu sih terlalu lama dan berbahaya," katanya.
Ferry optimistis harga beras di Jabar akan segera turun. Pasokan akan berlimpah karena daerah Indramayu dan Cirebon telah memasuki masa panen.
"Selain OP, kami mengandalkan Raskin untuk menekan harga beras," katanya.