Jumat 20 Feb 2015 22:32 WIB

Paguyuban STPN 'Curhat' ke Ombusdman DIY-Jateng

Rep: C67/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Paguyuban Usaha Kecil di Jalan Tata Bumi Timur, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi Kantor Perwakilan Ombusdman DIY-Jateng.

Mereka meminta bantuan Ombusdman agar pintu sisi selatan dan timur kompleks Asrama mahasiswa STPN kembali dibuka.

Koordinator Paguyuban Tri Wijayanto, mengatakan, pada awalnya keberadaan STPN sangat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.

Banyak masyarakat sekitar kampus, terutama yang berada di sisi selatan dan timur kompleks asrama mahasiswa STPN memperoleh pendapatan dari usaha warung, laundry dan penitipan motor.

"Tapi sejak ada kebijakan baru pada tahun 2013 bahwa pintu sisi selatan dan timur Asrama mahasiswa STPN ditutup, banyak yang gulung tikar karena sepi, jadi sekarang hanya diberlakukan satu pintu, di depan kampus saja," ujar Tri, di Kantor Perwakilan Ombusdman DIY-Jateng, Jumat (20/2).

Tri menjelaskan, bersamaan dengan berdirinya STPN, di sisi pintu selatan dan timur kampus muncul usaha yang didirikan oleh masyarakat setempat. Jumlah usaha tersebut sebanyak 14 terdiri dari macam usaha. Akan tetapi, pascapenutupan, dari 14 usaha tersebut kini tinggal empat saja.

Mayoritas konsumen di tempat tersebut, kata Tri, merupakan mahasiswa STPN. Sejak berdirinya kampus tersebu, lanjut Tri, tidak terdapat persoalan baik dengan mahasiswa maupun pihak kampus.

Ia mengaku, baru kali ini, persoalan muncul setelah dampak yang ditimbulkan dari penutupan pintu tersebut terhadap perekonomian masyarakat setempat dirasakan.

Sebelum mengadu ke Ombusdman, Tri menambahkan, pada 22 Desember tahun lalu, paguyuban telah menyurati pihak kampus agar kebijakan menutup pintu sisi selatan dan timur kompleks asrama mahasiswa dikaji kembali.

Akhirnya, pada 10 Februari 2015, pihak kampus mengundang paguyuban untuk rapat bersama. Dalam pertemuan tersebut disepakati pintu akan kembali dibuka dari pukul 16.30-18.30 WIB.

"Tapi itu harus sesuai dengan persyaratan, akhirnya paguyuban tidak setuju dengan persyaratan karena dinilai pengajuan persyaratan tidak melibatkan paguyuban, dan tidak proporsional misalnya, dibukanya pintu hanya dua jam," tutur Tri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement