Kamis 19 Feb 2015 11:03 WIB
Tahun Baru Imlek

Kisah Pilu Pengemis di Petak Sembilan Kala Imlek

Rep: C04/ Red: Winda Destiana Putri
Klenteng di kawasan Petak Sembilan
Foto: REPUBLIKA/Aprilia
Klenteng di kawasan Petak Sembilan

REPUBLIKA.CO.ID, PETAK SEMBILAN -- Hari masih pagi, namun pagi itu tak seperti biasanya. Sejak pukul 05,00 pagi, Ani (44) sudah bersiap menggendong Fikri (2) untuk ikut Ani bekerja.

Sebenarnya di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, sungguh tak tega rasanya mengajak serta Fikri yang masih kecil untuk ikut bersamanya bekerja, namun hal ini terpaksa Ani lakukan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.

Pagi itu ia sibuk mencari tempat yang tepat untuk duduk bersama Fikri selama berjam-jam hingga siang nanti. Ya, Ani merupakan salah satu dari ribuan pengemis yang memasang muka memelas guna mendapatkan sedikit rezeki dari para masyarakat yang ada di Wihara Petak Sembilan, Jakarta Barat.

Ia mengaku selalu meraup untung besar setiap Imlek datang. "Lumayan, saya bisa dapat Rp300 ribuan perhari, apalagi menjelang puncak Imlek, dimana semua masyarakat Cina datang memenuhi klenteng ini," ujar wanita asal Cirebon tersebut.

Namun tak semua pengemis yang memenuhi pelataran Wihara Petak Sembilan, mendapat peruntungan seperti Ani. Ada pula yang justru merugi karena telah mengeluarkan ongkos tetapi tak mendapat angpau.

Nani (48), yang datang bersama Rani (23), anaknya, kurang beruntung hari ini. Berimpitan dengan ratusan pengemis lainnya, Rani menggendong Lia, anaknya yang masih berusia 3 tahun. Tangisan Lia tak menggugah para jemaat mengulurkan angpau kepada Rani.

Nani dan Rani mengaku baru kali ini mengadu peruntungan di Petak Sembilan. Sehari-hari, Nani bekerja sebagai buruh cuci. Karena kondisi kesehatan yang sudah memburuk, dia hanya mencuci untuk satu rumah tangga dengan upah Rp300 ribu per bulan.

Sementara Rani bekerja di perusahaan konveksi. Penghasilannya tidak menentu. Jika pesanan ramai, dalam seminggu, dia bisa mendapatkan Rp250 ribu. Namun, jika sedang sepi, penghasilannya kurang dari Rp200 ribu per minggu. Tidak ada penghasilan tambahan.

Suami Nani sudah meninggal sejak lama, sementara suami Rani yang bekerja di luar kota tidak lagi mengirimkan uang sejak beberapa bulan yang lalu. "Semenjak ribut kemarin, dia udah enggak pernah kirim uang lagi. Mungkin sekarang sudah punya cewek lain di sana," ujar Rani lirih.

Akhirnya, karena hari ini mendapatkan jatah libur dari tempat kerjanya masing-masing, mereka memutuskan untuk mencari peruntungan di Wihara Petak Sembilan. Ini adalah kali pertama mereka mencari nafkah di wihara.

"Ini juga tahu dari teman, akhirnya kita ke sini aja, daripada di rumah enggak ada penghasilan," kata Nani.

Saat matahari baru keluar dari persembunyiannya, mereka berangkat naik kereta, lalu lanjut menumpang angkutan umum. Total, mereka harus mengeluarkan uang Rp12 ribu untuk mencapai Wihara Petak Sembilan ini.

Namun, hingga pukul 09.30 WIB, mereka belum juga mendapatkan angpau yang diharapkan. Sebenarnya, mereka berniat untuk menunggu hingga sore atau bahkan malam hari. Namun, Lia sudah terus-menerus menangis mengajak pulang dari tadi.

Kondisi di pelataran wihara yang harus berimpit-impitan dengan pengemis lain sepertinya membuat Lia tidak kerasan berada lama-lama di sana.

Bebagai upaya dilakukan oleh Rani dan Nani untuk menenangkan sang buah hati. Namun, tidak ada upaya yang berhasil. Karena tak tega melihat Lia yang terus menangis, akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan wihara dan pulang ke rumah.

Alih-alih mendapatkan uang melimpah dari angpau yang dibagikan, mereka justru harus merugi. "Izin pulang dulu ya Mbak. Enggak apa-apalah daripada anak nangis terus. Mungkin belum rezekinya," kata Nani sambil beranjak meninggalkan lokasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement