REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri dan Pembangunan Prancis, Laurent Fabius memanggil Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Prancis Hotmangaradja Pandjaitan pada Rabu (18/2). Panggilan itu untuk membahas vonis hukuman mati terhadap warga Prancis di Indonesia.
"Menlu memanggil Dubes Indonesia untuk menyatakan keprihatinan yang mendalam dari pemerintah mengenai kondisi Serge Atlaoui, warga Prancis terpidana mati di Indonesia," tulis siaran pers Kedutaan Besar Prancis untuk Indonesia yang diterima Antara di Jakarta, Rabu.
Menurut Fabius, Prancis menolak dengan tegas penerapan hukuman mati yang dilakukan di seluruh dunia, apapun alasannya. Namun di sisi lain, Menlu Prancis menyatakan rasa hormatnya atas kedaulatan Indonesia.
Dia menambahkan, hukuman mati Sergei Atlaoui telah dibicarakan dalam pertemuan internal otoritas Prancis, termasuk di tingkat tertinggi. Pemerintah Prancis juga menyatakan dukungan atas Peninjauan Kembali yang diajukan Atlaoui ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan meminta agar proses tersebut berjalan adil sesuai Konvensi Internasional Hak Asasi Manusia.
Selain itu, pemerintah Prancis akan terus mengawal kondisi Serge Atlaoui. Serge Atlaoui divonis mati pada tahun 2007 oleh Mahkamah Agung atas kasus narkoba. Dia dinyatakan terlibat dalam pengoperasian pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Dia berperan sebagai peracik obat adiktif tersebut.
Hukuman mati di tingkat kasasi tersebut lebih berat daripada vonis di Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2006 dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2007 yang menyatakan Atloui harus menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Namanya masuk dalam daftar narapidana yang akan dieksekusi mati tahap dua oleh Kejaksaan Agung RI bersama 10 orang lainnya. Tahap pertama telah dilakukan terhadap enam terpidana narkoba pada 18 Januari 2015. Sementara grasi Atlaoui telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 35/G tahun 2014.