REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak penghapusan hak mogok bagi para pekerja karena hak tersebut merupakan hal yang asasi dalam kebebasan berserikat dan berunding.
"Hak Mogok adalah hak pekerja untuk menegakan keadilan sosial dan ekonomi di saat globalisasi yang membuat para majikan terlalu mengeksploitasi sementara kemiskinan makin meningkat," kata Said di Jakarta, Rabu (18/2).
Penghilangan hak mogok, kata dia, akan membuat pekerja dan serikat pekerja kehilangan hak dasar dan rentan dieksploitasi. Untuk itu, Said mengatakan pihaknya menuntut agar hak mogok kerja oleh Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization /ILO) tidak dihapus.
Menurut Said, tanpa hak mogok maka pekerja sangat mudah diperbudak. "Hak mogok adalah hak yang kuat dan mendasar dalam demokrasi dan keadilan ekonomi. Hak mogok merupakan alat negosiasi ampuh bagi pekerja saat majikan semena-mena terhadap pekerja," kata dia.
Dia mengatakan hak mogok banyak diterapkan di berbagai negara. "Hampir setiap negara di dunia mengakui bahwa pekerja memiliki hak untuk mengambil tindakan mogok," katanya.
Menurut dia, pengusaha berupaya mengintervensi ILO agar hak mogok dihapuskan. "Mereka telah mencoba untuk melumpuhkan prosedur ILO melalui institusi mendasar yaitu ILO untuk melegalkan ide mereka," kata Said.
Namun, Said Iqbal mengatakan pihaknya bersama seluruh elemen buruh di dunia tak lantas patah arang. Pasalnya, masih banyak cara yang bisa ditempuh oleh seluruh elemen buruh di dunia.
"Tetapi masih ada jalan keluar dari kebuntuan. Aturan ILO mengatakan bahwa ketika perselisihan antara pengusaha, pekerja atau pemerintah tidak dapat diselesaikan di ILO itu sendiri, maka Mahkamah Internasional (International Court Justice/ICJ) harus diminta untuk memutus sengketa," katanya.
Untuk itu, seluruh serikat pekerja di tingkat internasional dan bersama International Trade Union Confederation (ITUC) memutuskan 18 Februari 2015 sebagai hari aksi untuk membela hak mogok. Hak mogok sendiri akan diputuskan pada bulan Maret 2015 di pertemuan Konvensi Buruh Internasional (ILC) Governing Body.