Selasa 17 Feb 2015 18:35 WIB

TKI Korban Penyiksaan Bersyukur Kasusnya Menang

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Djibril Muhammad
Pemulangan TKI Bermasalah dari Malaysia
Pemulangan TKI Bermasalah dari Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengalami penyiksaan, Erwiana Sulistyaningsih bersyukur dirinya dapat memenangkan kasus hukum melawan majikannya di Hong Kong. Tetapi, ia menegaskan bahwa kemenangannya itu karena perjuangannya sendiri.

Sebelumnya, Selasa (10/2) lalu, pengadilan Hong Kong menyatakan majikan Erwiana yaitu Law Wan Tung bersalah atas 18 dakwaan dari 20 dakwaan yang diajukan Departemen Keadilan Pemerintah Hong Kong.

Majikan Erwiana juga harus membayar hak gaji dan libur yang belum diterima Erwiana selama bekerja di Hong Kong selama 7,5 bulan sebesar 28 ribu dolar Hong Kong (sekitar Rp 44.800.000). Uang pembayaran hak gaji dan libur harus dibayar dalam jangka 28 hari.

"Saya bersyukur bisa mendapat keadilan karena perjuangan saya sendiri karena keadilan harus diperjuangkan," katanya saat konferensi pers kemenangan kasus dirinya, di Jakarta, Selasa (17/2).

Kalaupun ada pihak yang membantunya, Erwiana menyebut itu berasal dari lembaga bantuan hukum (LBH) Yogyakarta yang tidak pernah lelah mendampinginya.

Sehingga, ketika awalnya ia tidak mengerti hukum Hong Kong, kini tahu apa yang harus dia lakukan dan bangkit dari penyiksaan yang dilakukan Law Wan Tung.

Ia juga mengapresiasi peran Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Hong Kong dan Macau yang terus bersama dirinya dalam mengawal kasus ini.

Erwiana juga mengaku beruntung karena kemenangannya ikut dipengaruhi oleh maraknya pemberitaan media massa nasional dan internasional mengenai dirinya.

Sehingga, pemerintah Hong Kong terus ditekan untuk menyelesaikan kasus ini. Namun di satu sisi ia menyayangkan, kurangnya respons pemerintah dalam menangani kasus TKI bermasalah, termasuk dirinya. Pemerintah dinilainya tidak mau tahu dan enggan melindungi buruh migran.

"Banyak TKI seperti di Arab Saudi yang terancam hukuman pancung namun belum terungkap kasusnya dan tidak mendapatkan keadilan. Kemudian, ketika saya pulang ke Indonesia dan akan melapor ke Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tetapi stafnya tidak ada," ujarnya.

Selain itu, ia mengkritik kebijakan pemerintah mengharuskan TKI memiliki kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) yang katanya berguna untuk melindungi TKI. Ternyata, KTKLN itu tidak dapat digunakan untuk menuntut kerugian-kerugian yang diderita buruh migran.

Untuk itu, ia mendesak supaya pemerintah memberikan perlindungan sejati kepada buruh migran. Sebab, selama ini perlindungan TKI diserahkan ke agen penyalur yaitu Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).

Sedangkan agen penyalur TKI, dinilainya hanya menjadikan TKI sebagai komoditas untuk mendapatkan profit. Selain itu, ia meminta supaya pemerintah memberikan pelayanan pengaduan TKI yang baik.

Karena kalaupun ada tempat pengaduan TKI bermasalah di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), kata dia, itu sifatnya hanya mediasi dan pelayanannya pun tidak ramah. Ia menegaskan, pada dasarnya tidak ada orang yang ingin bekerja di luar negeri.

Namun, lapangan pekerjaan di Tanah Air dinilai kurang dan dibayar dengan upah dibawah layak. Padahal, mereka dituntut untuk memenuhi biaya hidup, biaya sekolah anak, dan keluarga. Untuk itu, masyarakat termasuk dirinya terpaksa harus menjadi TKI. "Kita menjadi TKI karena kemiskinan," katanya.

Ia juga mengimbau kepada TKI sebelum berangkat ke luar negeri harus mengetahui hukum dan hak-haknya terlebih dahulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement