Senin 16 Feb 2015 19:54 WIB

Kemenaker Targetkan Nol TKI Informal di 2017

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sebanyak 494 tenaga kerja indonesia (TKI) ilegal tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sebanyak 494 tenaga kerja indonesia (TKI) ilegal tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa

REPUBLIKA.CO.ID,2017,  JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menargetkan Indonesia tidak lagi mengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal pada 2017.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, akan segera menjalankan permintaan Presiden Jokowi untuk menghentikan pengiriman TKI informal seperti pembantu rumah tangga ke luar negeri.

"Akan segera kita follow up, kami sudah buat roadmap zero PRT pada 2017, kita tidak akan ngirim PRT," kata Hanif di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Senin (16/2).

Kemenaker akan lebih mendorong pengiriman tenaga kerja terlatih yang berbasis profesi. Menurutnya, apa yang disampaikan presiden untuk menghentikan pengriman TKI bukan karena memandang rendah profesi PRT. Melainkan sistem hukum terkait perlindungan TKI di negara-negara penempatan TKI berbeda-beda dan tingkat kerawanannya sangat tinggi.

"Pemerintah tetap memandang PRT sebagai profesi yang halal, tapi tingkat kerawanan yang tinggi dan sistem hukum dan budaya di negara penempatan membuat penghentian pengiriman menjadi kebutuhan untuk melindungi TKI di luar negeri," jelas Hanif.

Untuk itu, Kemenaker melakukan peningkatan kualitas perlindungan TKI dengan berbagai kebijakan. Agar pengiriman TKI berlangsung lebih cepat, sedehana, murah dan aman.

Saat ini, angka pengangguran terbuka sekitar 7,2 juta penduduk, angka setengah pengangguran sebesar 34 juta. Pengangguran masih didominasi lulusan SD dan SMP. Sebagai alternatif untuk mengurangi angka penganguran, lanjutnya, harus ada treatmen khusus jangka pendek.

"Upaya menekan TKI informal dan menghentikan secara menyeluruh harus dipastikan mengakomodasi lapangan kerja dalam negeri untuk lulusan SD dan SMP," imbuhnya.

Selain itu, ke depan Kemenaker mendorong penempatan TKI berdasarkan keahlian (skill based). Hambatan lainnya, pemerintah telah membuat regulasu lebih baik tapi pengawasan tidak mudah, karena terkait sistem hukum dan budaya negara setempat. Dia mencontohkan di Arab Saudi, kontrak pekerjaan sebagai baby sitter tapi tidak ada yang menjamin TKI tersebut tidak dibebani pekerjaan lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement