REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Logika hukum yang digunakan hakim sidang praperadilan kasus BG, dinilai ngawur. Ketua Pusat Kajian Korupsi Univeristas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho menilai pertimbangan putusan yang menyebutkan jabatan Kepala Biro Pembinaan Karyawan (Karo Kumkar) Mabes Polri sebagai jabatan administratif dan bukan sebagai penyelidik negara, merupakan pertimbangan yang yang aneh.
''Apa pun jabatannya di kepolisian, selama masih mengenakan pakaian polisi entah pangkatnya balok merah, brigadir maupun jenderal, semuanya jelas merupakan petugas penegak hukum. Jadi sangat-sangat aneh kalau hakim Sarpin menyebutkan jabatan Karo Binkar Mabes Polri dianggap bukan jabatan penegak hukum,'' katanya, Senin (16/2).
Kecuali, kata Hibnu, bila yang menjabat sebagai Karo Binkar di Mabes Polri itu dari kalangan PNS, maka pejabat tersebut bukan merupakan pejabat penegak hukum. Dia menyebutkan, bila logika hukum yang digunakan hakim Sarpin diterapkan, maka banyak sekali pejabat-pejabat kepolisian di jabatan administrif, yang akan dianggap bukan sebagai penegak hukum.
''Seperti jabatan Irwasum yang saat ini dijabat polisi berbintang tiga, juga bisa dianggap aparat penegak hukum,'' katanya.
Sementara dalam hal pengertian korupsi, Hibnu menyebutkan, dalam aturan hukum yang ada sudah ditegaskan bahwa korupsi tidak hanya hal-hal yang menyangkut masalah kerugian negara. Tapi juga mencakup masalah penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
''Jadi, lagi-lagi, hakim praperadilan yang menyidangkan masalah ini saya nilai sudah menggunakan logika hukum yang absurd. Kalau logika ini yang digunakan, maka kasus-kasus gratifikasi yang saat ini juga dianggap sebagai bagian dari tipikor, ya dihapus saja,'' katanya.