REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Musim penghujan ini, harga teh di kalangan petani di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, merosot tajam. Saat ini harga teh hanya Rp 800 per kilogram dalam posisi kering. Padahal biasanya harga teh bisa mencapai Rp 1.800 per kilogram.
Kusnadi (38 tahun), petani teh di Desa Pusakamulya, Kecamatan Kiarapedes, mengatakan, saat ini harga teh sedang lesu. Meski saat ini sedang memasuki masa panen, namun harganya tak sesuai dengan harapan.
"Harga sekarang merupakan yang paling rendah," ujarnya, Ahad (15/1).
Ia mengaku, cuaca seperti ini menjadikan proses pengeringan pucuk teh lebih lama lagi. Hal tersebut, yang mengakibatkan turunnya harga teh ini. Denan kondisi itu, membuat para petani teh lesu dan enggan mengembangkan produksi teh-nya lagi.
Menurutnya tak jarang para petani banyaknya yang mengalih fungsikan lahan pertanian teh. Lahan tersebut, berlaih fungsi jadi kebun palawija lainnya. Mengingat, berkebun teh sudah tak memiliki prospek yang bagus.
Petani lainnya, Warnata (49 tahun), mengatakan, dulu di wilayah Kiarapedes, perkebunan teh sangat luas. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya zaman, berkebun teh sudah mulai banyak ditinggalkan. Sebab, hasil dari tanam teh selalu diluar harapan.
"Beda sama bertanam cengkih atau padi, hasilnya sangat menggairahkan," ujarnya.
Untuk mengembalikan kejayaan perkebunanan teh ini, warga meminta supaya ada program recovery. Baik itu recovery lahan ataupun ilmu mengenai berkebun tehh. Hal itu dilakukan agar hasilnya menggemberikan, serta petani kembali bersemangat untuk menanam teh tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan kehutanan (Distanhutbun) Kabupaten Purwakarta, Tarsamana Wawan Setiawan membenarkan jika merosotnya harga teh ini salah satunya akibat faktor cuaca. Akan tetapi, ada yang lebih berpengaruh lagi. Yakni, faktor keterlibatan para tengkulak yang seenaknya memainkan harga.
"Sampai saat ini, tidak ada standarisasi harga teh," ujarnya.
Tidak adanya patokan harga eceran tertinggi untuk pucuk teh ini, menyebabkan para tengkulak seenaknya mempermainkan harga. Sehingga, yang dirugikan jelas petani. Sebab, petani selalu jadi pihak yang tidak bisa menikmati harga saat kondisi baik.
Tarsamana menambahkan, di wilayah kerjanya terdapat 4.300 hektare lahan perkebunan teh milik rakyat. Setahun terakhir ini, produksi teh mengalami penurunan, akibat para petani enggan mengolah tanaman teh mereka. Alasannya, karena harga pucuk teh yang tidak menjanjikan.
"Untuk angka penurunanya, masih sedang di inventarisasi lagi," ujarnya.