Kamis 12 Feb 2015 21:08 WIB

Komnas HAM Terus Cari Pelaku Kelompok Ninja di Banyuwangi

Rep: Andi Nurroni/ Red: Erik Purnama Putra
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terus mendalami kasus pembantaian oleh kelompok yang disebut ‘ninja’ di Jawa Timur pada 1998-1999. Pembunuhan berantai dengan motif tuduhan dukun santet tersebut telah menewaskan ratusan orang di berbagai daerah di Jawa Timur.

Beranggotakan 10 orang, tim Komnas HAM meminta keterangan berbagai pihak, termasuk Kapolda Jawa Timur dan Panglima Kodam V/Brawijaya. Selain itu, tim juga berusaha memverifikasi jumlah korban serta menyisir para pihak keluarga korban.

Ketua tim Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron menyampaikan, pendalaman kembali kasus dukun santet tersebut dilakukan dengan sejumlah tujuan. Salah satunya adalah memastikan ada tidaknya unsur sistematis dan meluas, sebagai syarat ditetapkannya kasus tersebut sebagai pelanggaran HAM berat. Hal tersebut, menurut Khoiron, sesuai dengan amanat UU Nomor 26 Tahun 2000.

“Dari dampaknya, terjadi di beberapa kota, kita berkesimpulan ini bersifat meluas. Tinggal kita membuktikan aspek sistematisnya,” ujar Khoiron di kantor Kontras Surabaya, Rabu (12/2).

Mengutip hasil peneltian yang dilakukan berbagai berbagai pihak sebelumnya, menurut Khoiron, indikasi sistematis terlihat dari peran bupati Banyuwangi waktu itu, Kolonen Polisi HT Purnomo Sidik. Menurut Khoiron, sebelum pembantaian meluas, ubpati meminta setiap kepala desa melaporkan siapa-siapa yang dianggap memiliki ilmu supranatural di desa mereka.

Menurut Khoiron, saat itu bupati beralasan untuk memberikan perlindungan terhadap mereka. “Tapi kenyataannya, desa-desa yang memberikan data diserang, dan yang tidak (serahkan data) cenderung lebih aman,” ujar dia.

Selain itu, berdasarkan keterangan saksi, menurut Khoiron, unsur sistematis juga terindikasi dari profil para pembunuh. Para pelaku pengilangan nyawa itu dikabarkan berbadan tegap, serta berpakaian serba hitam dan bergerak cepat seperti ninja.

“Kita belum bisa memastikan, apakah mereka bagian dari aparat keamanan, entah TNI ataupun kepolisian. Maka dari itu semua harus kooperatif,” ujar Khoiron.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement