Rabu 11 Feb 2015 12:19 WIB

Dosen IPB Temukan Metode Tanam Kedelai di Lahan Pasang Surut

Pekerja menimbang kedelai ke dalam karung di sebuah gudang penyimpanan di Jakarta, Rabu (28/1). (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menimbang kedelai ke dalam karung di sebuah gudang penyimpanan di Jakarta, Rabu (28/1). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Acungan jempol lagi-lagi kita berikan kepada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) karena penghargaan yang telah berhasil dicapainya di tingkat IPB, nasional bahkan hingga internasional.

Berbicara tentang penemuan, IPB sudah memiliki metode penanaman kedelai di lahan rawa pasang surut. Metode yang disebut Budidaya Jenuh Air (BJA) ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas dan berhasil diterapkan pada skala pertanian.

Sosok hebat yang ada di balik temuan ini adalah Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS yang merupakan dosen berprestasi peringkat tiga di IPB. Munif telah banyak melakukan penelitian dan pengembangan di bidang pertanian.

Pakar ekofisiologi tanaman tersebut Munif terpilih sebagai satu dari 103 Inovasi Indonesia Paling Prospektif 2011 yang diselenggarakan Bussiness Inovation Center  yang didukung Kementerian Riset dan Teknologi RI. Tak heran bila IPB menobatkannya sebagai salah satu dosen berprestasi di tingkat institusi.

Penelitian Munif yang berjudul “Penerapan Teknologi Budidaya Jenuh Air dan Penyimpanan Benih kedelai di Lahan Pasang Surut” ini dilatarbelakangi kepedulian dan rasa empati terhadap segala macam kesulitan yang dihadapi petani-petani Indonesia.

Munif siap melakukan penyuluhan, pendampingan, dan pengawasan sampai petani menguasai metode ini. Manajer operasional Unit Konservasi Kebun Biofarmaka di UPT LPPM IPB tersebut mengatakan apabila teknologi BJA diterapkan, penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri akan menjadi lebih efisien.

Munif meyakini kualitas kedelai lokal Indonesia jauh lebih baik dari kedelai impor. Selain warnanya tidak kusam, juga segar karena langsung dipanen dan diolah. Rendahnya produksi kedelai lokal disebabkan beberapa hal, di antaranya perluasan areal lahan sawah akibat konversi lahan dan persiangan komoditas lain yang sedang banyak menjadi bahan permintaan.

Staf pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura ini mengakui produktivitas kedelai dalam negeri saat ini tidak sebanding dengan tingginya konsumsi masyarakat sehingga terpaksa diimpor. Namun dia yakin dengan inovasi yang ditemukannya, panen kedelai akan lebih baik. Tekonologi ini sudah tiga tahun diperkenalkan ke Kementerian Pertanian dan Staf Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement