REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti mengatakan, dulu perayaan Valentine hanya bertukar coklat saja. Namun sekarang perayaan Valentine ditunggangi dengan penjualan kondom.
"Momen Valentine dipakai produsen mengkapitalisasi produknya contohnya coklat yang diberi bonus kondom. Ini mengajarkan kepada remaja untuk merayakan kasih sayang dengan berhubungan seks agar coklat dan kondom laku, ini menyesatkan dan berbahaya," kata Maria di kantor KPAI, Selasa, (10/2).
Budaya Valentine sudah ditunggangi konsumerisme. Remaja dibuat seolah membutuhkan coklat dan membutuhkan kondom untuk berhubungan seks.
"Faktanya banyak anak melepaskan keperawanan pada hari Valentine. Baik anak perempuan maupun anak laki-laki," ujarnya.
Seolah, kata dia, Hari Valentine menjadi hari bagi remaja untuk melakukan hubungan seksual. Padahal kehamilan pada usia dini membahayakan kesehatan remaja tersebut dan masa depannya.
Makanya, sekolah dan orangtua remaja harus memberikan pengertian mengenai hari Valentine. Hari Valentine bukanlah hari untuk melakukan hubungan seks.
Namun hari tersebut, kata Maria, pada awalnya adalah hari untuk memperingati cerita heroik. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan hubungan seksual.