Ahad 08 Feb 2015 15:59 WIB

Abaikan Perempuan, Kementerian PPPA Diberi Rapor Merah

Rep: Laeny Sulistyawati/ Red: Ilham
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana S Yembise.
Foto: Antara
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana S Yembise.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang perempuan dan ketenagakerjaan yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Indonesia menilai Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendapatkan rapor merah atas kinerjanya selama 100 hari ini.

Koordinator Cedaw Working Group Indonesia (CWGI), Estu Fanani mengatakan, konflik tingkat elit partai membuat pemerintah mengabaikan perempuan. Presiden Joko Widodo seolah tidak memiliki daya untuk menghadapi konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri. 

“Hal ini berimbas pada pemerintahan Jokowi yang tidak kondusif bagi perlindungan perempuan dan buruh perempuan di Indonesia. Kami menilai Kementarian PPPA dan Kemenaker mendapatkan rapor merah atas kinerjanya selama 3,5 bulan ini,” ujarnya saat konferensi pers pernyataan sikap bersama Jaringan Perempuan Indonesia di Jakarta, Ahad (8/2).

dengan tema "Konflik Elit Politik dalam 100 hari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla: Negara Gagal Memperjuangkan Perempuan dan Buruh Perempuan”, 

Penilaian buruk itu diberikan karena Kementerian PPPA tidak mengimplementasikan kebijakan jender dalam program kerjanya. Ia menyebutkan, Kementerian PPPA tidak memasukkan agenda membangun kemandirian di bidang politik perempuan dan minim prestasi di bidang hukum terkait perempuan. 

“Kementerian PPPA berkomitmen untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan dalam pengarusutamaan gender (PUG). Namun, komitmentersebut tidak memiliki langkah strategis terhadap percepatan perubahan pada hukum yang responsif gender,” katanya.

Kemudian, terkait dengan penghapusan peraturan diskriminatif terhadap Undang-undang (UU) no 1/tahun 1974 tentang perkawinan yang memuat pasal-pasal diskriminatif, pemerintah tidak memasukkannya dalam agenda perubahan. 

Sementara itu, Koordinator dari Jaringan Kerja Prolegnas Pro-Perempuan (JKP3) menyatakan, Valentina Sagala  Kementerian PPPA hanya mengusung rancangan Undang-undang (RUU) kesetaraan gender. Namun, faktanya tidak masuk dalam agenda prioritas program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2015.

“Demikian juga dengan padamnya semangat pemerintah untuk melahirkan UU Kekerasan Seksual atau UU Anti Perkosaan,” ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement