REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak dikata mandul menanggapi kebijakan pemerintah soal harga bahan bakar minyak (BBM). DPR tetap akan melanjutkan pengajuan hak interpelasi yang pernah digemborkan menanggapi kenaikan harga BBM.
Salah satu inisiator interpelasi, Muhammad Misbakhun mengatakan DPR tetap akan meminta penjelasan kepada presiden soal harga BBM, namuh hal itu masih menunggu momentum. "Tunggu saja. Bukan tidak jadi. Tapi, tergantung situasi politik," katanya, Kamis (5/2).
Anggota Komisi XI DPR RI ini menjelaskan, pengajuan hak interpelasi tetap akan diajukan. Sebab melihat pemerintah menyerahkan harga BBM sesuai harga pasar global. Hal terse-but diyakini dia membuat harga BBM di pasaran naik turun. Harga BBM yang tak menentu tersebut, dikatakan dia berimb-as pada harga kebutuhan yang tak terkontrol.
"Salah satu al-asannya itu," ujar politikus Partai Golkar itu.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah menjelaskan penyerahan harga B-BM tersebut ke mekanisme pasar. Hak interpelasi merupakan salah hak DPR untuk meminta pe-njelasan kepada presiden soal kebijakan pemerintah.
Pada awal Januari lalu, sekira 240 anggota DPR pernah menandatangani penggunaan hak tersebut menanggapi kebijakan pem-erintah menaikkan harga BBM.
Namun, pengajuan hak tersebut mengendur pascapemerintah mengembalikan harga BBM mendekati harga sebelum kenaikan. Akan tetapi, penurun harga BBM pascakenaikan itu, tak diikuti dengan turunnya beberapa harga komoditas pangan. Kondisi tersebut juga mendorong Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengajukan hak tanya kepada presiden.
Inisiatif DPD itu mendapat tanggapan baik dari Misbakhun. Ia mengatakan meski berbeda , langkah DPD perlu dilakukan.
"Kan sama-sama meminta agar BBM itu nggak mengikuti harga pasar internasional. Pemerintah harus punya kebijakan sendiri," jelasnya.