REPUBLIKA.CO.ID,
Ia mencontohkan, perbedaan negara maju dan berkembang dalam upaya menerapkan aturan. Di negara maju, rakyat diberi pembekalan sehingga ketika mendapatkan aturan baru, mereka siap menjalankannya.
"Tugas negara membuat aturan, tugas masyarakat mematuhinya. Di negara maju, setiap ada undang-undang baru penjelasannya luar biasa, sehingga mereka mengerti. Pemerintah bertanggung jawab atas setiap dosa masyarakat jika tidak dibina," jelasnya.
Dengan adanya aturan ini, menurut Amir, masyarakat akan lebih mudah untuk saling mengingatkan karena sudah ada landasan hukumnya. ''Jadi ada landasan hukum untuk menegur setiap minimarket dan kios yang menjual minuman ini. Saya mendukung aturan seperti ini.''
Ketua Gerakan Nasional Antimiras (Genam) Fahira Idris juga menyambut baik kebijakan baru ini. Ia menilai, kebijakan ini sebagai salah satu bentuk revolusi mental. Selama ini, kata dia, sebenarnya sudah ada aturan yang melarang menjual minuman beralkohol di dekat perumahan, sekolah, rumah sakit dan rumah ibadah.
Juga di terminal, stasiun, gelanggang olah raga, kaki lima, kios-kios, penginapan remaja, dan bumi perkemahan juga larangan menjual miras kepada pembeli di bawah usia 21 tahun. Namun, para pemilik minimarket dan toko pengecer lainnya tidak pernah mengindahkan aturan itu.
"Bagi saya, keputusan Mendag ini bentuk revolusi mental. Ada yang salah dengan para produsen dan pemilik minimarket dan toko pengecer yang sepertinya tidak punya beban moral menjual miras kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja, bahkan ke anak SMP sekalipun," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini di Jakarta, Sabtu (31/1).
Fahira yakin, larangan ini akan menjaga mental generasi muda untuk menjadi penerus bangsa yang berkarakter, sehat badan dan pikiran, serta menjadi penerus bangsa yang tangguh.
"Dari riset kami, 18 ribu nyawa melayang tiap tahun di negeri ini karena minuman beralkohol atau miras dan mayoritas itu remaja kita,'' ujarnya.
Dari data tersebut, lanjut dia, dapat disimpulkan minuman beralkohol dan miras merupakan mesin pembunuh dan memiliki dampak buruk yang tidak kalah dibandingkan narkoba.
''Karena, bukan hanya membunuh si peminum, juga membunuh orang-orang yang tidak bersalah,'' ujar Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.