REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Dewan Nasional SETARA Institute Romo Benny Susetyo mengatakan, ada persoalan mendasar yang dihadapi pemerintahan Jokowi-JK dalam 100 hari kinerjanya. Dalam 100 hari awal kinerjanya, pemerintah seolah hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi dan bukan demokrasi dan penegakan hak asasi manusia (HAM).
"Itu berbahaya, kita kehilangan sisi sebagai negarawan. Cara berpikir yang keliru yang menyebabkan kekisruhan saat ini, tidak jelasnya visi pemerintahan ini tentang HAM.
Padahal ekonomi akan tumbuh kalau menghormati HAM," kata Benny dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/2).
Selain itu, Benny mengatakan, permasalah kedua yang dihadapi oleh pemerintahan Jokowi-JK dalam seratus hari pertama yakni masalah kepemimpinan. Seharusnya, lanjut Benny, pemerintah tidak hanya mendahulukan kepentingan golongan atau partai saja.
"Dia harus punya keutamaan, mempunyai independensi, mampu membawa kita keluar dari lingkaran dan reaksioner. Pemerintah kedodoran dalam membangun konsolidasi dan membuat aparat tunduk padanya," ujarnya.
Menurut Benny, komunikasi politik yang buruk menjadi penyebab kekisruhan yang terjadi saat ini. Jika komunikasi politik tersebut berjalan baik, lanjutnya, maka presiden pasti dapat menata semua institusi yang ada. Kisruh Polri-KPK pun tidak akan berlarut-larut seperti sekarang.
"Sehingga tidak ada aparat yang seolah-olah ada pembangkangan atau tidak mau tunduk," kata Benny.
Jokowi pun, lanjut Benny, harus berani dan segera mengambil keputusan terkait kekisruhan yang terjadi saat ini. Selain itu, Jokowi juga harus mendengarkan aspirasi yang disampaikan masyarakat.
Jika presiden terus diam, lanjutnya, maka kekacauan akan terus terjadi dan berujung pada munculnya permasalahan ekonomi.
"Dalam seratus hari, masalah leadership dipertanyakan. Maka kita pun ragu, apa Jokowi mampu untuk bawa Indonesia pada pintu gerbang cita-cita bangsa," ujarnya.