REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Sudirman Said dalam rapat dengan Komisi VII DPR menyatakan mulai 2015 subsidi BBM fosil dialihkan ke pengembangan sektor yang lebih produktif. Antara lain, untuk bahan bakar nabati (BBN).
"Ke depannya akan semakin sedikit subsidi yang diberikan untuk BBM karena dialihkan ke sektor-sektor yang lebih produktif seperti biodiesel dan bioetanol," ujarnya di Jakarta, Senin (2/2).
Karenanya, dalam RAPBN-P 2015 kementerian mengusulkan penambahan subsidi untuk biodiesel dari yang semula Rp 1.500 per liter menjadi Rp 5.000 per liter. Sedangkan bioetanol dari yang semula Rp 2.000 per liter menjadi Rp 3.000 per liter baik bagi sektor PSO maupun non-PSO.
Hal itu menunjukkan adanya penambahan alokasi BBN sebesar Rp 14,31 triliun dari APBN 2015 sebesar Rp 3,09 triliun menjadi RAPBN-P 2015 sebesar Rp 17,40 triliun.
Pemerintah juga mengusulkan penambahan volume minyak solar ditambah biodiesel 10 persen (B10) dari yang semula 15,67 juta kiloliter dalam APBN 2015 menjadi 17,05 juta kiloliter dalam RAPBN-P 2015.
"Tahun ini kami menargetkan 10 persen campuran biodiesel pada solar. Sedang ada pemikiran apakah bisa ditingkatkan menjadi 20 persen sesuai dengan usulan menteri keuangan," tutur Sudirman.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menjelaskan bertambahnya subsidi BBN akan membawa berbagai manfaat. Antara lain, penghematan devisa dan pengurangan ketergantungan terhadap BBM (fosil) senilai Rp 20,4 triliun, peningkatan nilai tambah industri hilir kelapa sawit (CPO menjadi biodiesel) sebesar Rp 7 triliun, peningkatan harga CPO dunia menjadi 146,62 dolar AS per ton, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3.000 orang.
"Yang jelas akan ada peningkatan pendapatan petani kelapa sawit sebesar 15,3 persen," tuturnya.
Dalam rapat kerja tersebut Menteri ESDM mengusulkan volume BBM dan elpiji bersubsidi dalam RAPBN-P 2015 sebesar 17,9 juta kiloliter. Terdiri dari volume B10 sebesar 17,05 juta kiloliter dan minyak tanah 0,85 juta kiloliter.
Jumlah tersebut, ujarnya, menurun signifikan jika dibandingkan dengan realisasi volume tahun 2014 sebesar 46,79 juta kiloliter dan volume dalam APBN 2015 sebesar 46 juta kiloliter.
"Mengalami penurunan karena adanya perubahan kebijakan pemerintah yaitu penghapusan subsidi untuk premium (gasoline) menyusul penurunan harga minyak mentah dunia," katanya.