REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Hukum dan HAM memprioritaskan untuk membawa pulang tersangka korupsi yang saat ini berada di Papua Nugini dan Vietnam. Pemulangan itu menyusul rencana disahkannya perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan dua negara tersebut.
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan, khusus perjanjian ekstradisi dengan Papua Nugini, salah satunya agar bisa memulangkan beberapa daftar warga Indonesia yang bergabung dengan kelompok separatis.
"Target dari perjanjian ini tentu nantinya agar tersangka korupsi di Papua Nugini dan Vietnam bisa dibawa pulang," kata dia, usai rapat dengar pendapat di Komisi I DPR RI, Senin (2/2).
Dikatakan dia, disahkannya perjanjian ekstradisi dengan Papua Nugini dan Vietnam, bisa jadi modal agar penegak hukum leluasa mengambil buronan yang sekarang ini diduga berada di dua negara itu. Mereka antara lain, Djoko Tjandra dan Samadikun Harsono.
Nama pertama, diungkapkan Yasonna, saat ini berada di Papua Nugini. Sedangkan Samadikun, besar kemungkinan berada di Vietnam. Namun, politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu mengatakan, belum ada target khusus kapan upaya memulangkan paksa buronan itu bisa dilakukan.
"Yang pasti tentunya Djoko Tjandra itu jadi target kami," ujar dia.
Diketahui, sejak 2012, Djoko sudah menjadi warga negara Papua Nugini. Migrasi kewargangeraan tersebut ujung dari pelariannya. Djoko adalah tersangka korupsi. Dia dituduh menilap uang negara sebesar Rp 546 miliar dari bantuan likuiditas Bank Indonesia untuk Bank Bali. Djoko salah satu tersangka korupsi paling dicari oleh pemerintah Indonesia.
Sementara Samadikun, juga buronan terkait dana likuiditas Bank Indonesia. Dia dituduh membawa kabur uang ne-gara sebesar Rp 169 miliar. Serupa dengan Djoko, Samadikun juga masuk dalam daftar teratas buronan paling dicari oleh pemerintah Indonesia.